23. Di balik Pesta Penobatan Sean

2K 153 33
                                    

Alya hanya pasrah saat tangannya ditarik Sean. Sean membawanya masuk ke dalam Gordano's Building.
Saat Sean dan dirinya masuk ke dalam lobby, ia melihat Willy berjalan menghampiri mereka sambil tersenyum.

Willy melihat Alya dengan tatapan dan senyum anehnya. "Kita bertemu lagi, Alya."

Alya mengangguk sambil mengerutkan dahinya. "Hai, Wil. Long time no see."

Willy tersenyum. "You will see me for long time, soon."

"Willy." Potong Sean membuat Alya hanya mengedikkan bahunya memberi tanda pada Willy bahwa ia tidak mengerti sekaligus tidak berminat melanjutkannya.

Willy pun berdeham dan memberi mereka akses menuju sebuah pintu dimana Sean masuk kedalamnya. "Tunggu sebentar."

Sean pun masuk diikuti Willy kedalam ruangan yang bertuliskan karyawan itu. Untuk apa Sean ke dalam sana?
Tak lama, Sean keluar dengan pakaian rapih. Celana jeans hitam lalu kaos putih yang dilapisi blezer pria berwarna hitam yang lengannya tergulung. Tanpa mengganti sneakers putih yang tadi ia pakai.

Terlihat sangat keren.

"Apa semua udah siap?" Tanya Sean saat mereka sudah masuk ke dalam lift.

"Aman." Jawab Willy yang berdiri didepan mereka berdua.

Alya yang mendengar percakapan singkat itu pun pura-pura terbatuk. "Uhuk! Boleh aku bertanya?"

"Tidak."

"Tidak."

Alya tertegun saat kedua pria di lift ini menjawabnya secara bersamaan. What is that mean?

Sean merengkuh pinggang Alya lalu berbisik. "Kamu bakal tahu nanti, Sayang."

Alya tersenyum kala mendengar panggilan Sean padanya. Biasanya, Sean memanggilnya dengan nama. Tapi sekarang, Sean memanggilnya seperti itu, membuat rona merah di pipinya terlihat. Alya pun terdiam hingga bunyi ting! Pertanda lift sampai.

Alya menganga ketika lift terbuka. Untuk pertama kalinya, ia memasuki ballroom gedung besar Gordano's.

Ruangan itu seperti ruangan sebuah acara khusus.
Ada banyak meja bulat yang dikelilingi oleh kursi-kursi.

Tatanan meja yang terkesan mewah dan klasik. Ruangan ini hanya dipenuhi oleh beberapa orang yang bergaya elegan dan mewah.

Mereka pasti rekan dan kolega penting bagi Sean.
Ada beberapa pria berjas mulai dari yang berparas Asia hingga ciri khas bule Eropa, yang menghampiri Sean.

"Sean Gordano! Great to see you, bro." Ucap salah satu dari mereka yang terlihat ceria dengan rambut klimisnya.

Sean menjabat tangan mereka dan sedikit menyapa.

Setelah itu, Sean membawa Alya menuju barisan meja paling depan.

Alya melihat ada seorang pria berumur, berambut putih dengan badan sedikit berisi yang langsung berdiri dan memeluk hangat Sean.

Sean berbalik memeluk pria itu dengan hangat.
Ah, Alya mengingatnya!
Dia Papanya Sean.

"Hi, Son." Sapa Gordano.

"Hi, Dad. How's your flight?"
Tanya Sean.

"Melelahkan. Jangan tanya itu. Lebih baik aku sapa dia dulu." Jawab Gordano kali ini menoleh pada Alya.

Gordano malah merentangkan tangannya, Alya pun menerima pelukan itu dengan senang.
"Uncle G!"

Gordano tertawa mendengar Alya masih memanggilnya dengan sebutan lamanya sewaktu gadis itu masih kecil.

STILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang