Alya kembali terbangun dari tidurnya.
Ia bangkit duduk sambil menyampirkan selimutnya dan juga tangan Sean yang sedang memeluknya.Sudah 3 kali ia terbangun karena perasaan anehnya yang hingga terbawa ke mimpi.
Sean yang merasakan pergerakan Alya pun ikut terbangun. "Kebangun lagi?" Tanya Sean dengan suara seraknya. Ia mengucek matanya mencoba menyesuaikan cahaya lampu pada matanya.
Alya mengangguk. "Maaf, ganggu. Kakak tidur lagi aja. Alya mau ke dapur sebentar."
Ucap Alya sambil memakai sandal rumahannya dan berjalan ke arah pintu sambil mengelus perutnya.Tentu saja Sean tidak mendengarkannya. Sean pun bangkit dari tidurnya dan pergi menyusul istrinya.
Begitu sampai di dapur, Sean melihat Alya sedang berdiri bersandar pada kulkas. Dan matanya melotot melihat apa yang sedang Alya minum sekarang.
Dengan cepat, Sean mengambil gelas itu dan menaruhnya di wastafel.
Alya terkejut saat melihat apa yang dilakukan Sean pada gelas beningnya.
Sean menatapnya dengan emosi. "Kamu kenapa sih Alya?"
Dahi Alya berkerut. "Harusnya Alya yang nanya, Kakak apa-apaan sih?"
"Ngapain kamu nanya begitu? Harusnya kamu tahu kalo minum air dingin itu gak bagus. Apalagi malam-malam begini. Apa kamu harus di ajarin dulu? Kamu kan dokter, kamu harusnya lebih ngerti Alya!" Marah Sean sambil bersidekap memandang Alya dengan jengah.
Alya menghembuskan napasnya.
"Maaf. Itu cuman dikit kok.""Maaf? Cuman dikit?"
Alya mengangguk. "Abis Alya ngerasa gerah."
Sean memegang dahi Alya. "Kamu itu emang lagi demam. Tetep harus minum air hangat. Jangan di mauin keinginan badan. Kamu kok kaya anak kecil gini sih."
Entah kenapa, mendengar Sean mengatainya seperti itu, ada rasa sakit yang seakan menyayat hatinya.
Kenapa Sean begitu marah pada dirinya jika pria itu tahu Alya sedang sakit?
Harusnya, Sean lebih mengerti perasaannya.
Tidak perlu sampai mengata-ngatainya seperti itu.Alya menepis tangan Sean dengan kasar. Lalu, ia pergi dari dapur itu menuju ruang kamar tamu yang ada di bawah, melewati ruang keluarga.
"Alya! Mau ngapain lagi sih kamu? Mau kemana?" Sean menarik tangannya untuk menghentikan langkahnya.
"Mau tidur lah! Mau ngapain lagi?!" Bentak Alya kesal sambil melepaskan tangan Sean.
Sean mengacak-acak rambutnya. Ia kembali mengikuti Alya yang masuk ke kamar tamu?
"ALYA!"
"APA SIH?!"
Sean tertegun mendengar Alya membentaknya. Dan saat Alya membalikkan badannya, Sean bisa melihat dengan jelas wajah Alya yang penuh emosi.
"Tidur di kamar kita, sekarang." Perintah Sean.
Alya menyipitkan matanya menatap Sean penuh emosi.
"Pergi! Alya benci Kak Sean!"Alya mendorong Sean keluar pintu dan menutup pintu itu dalam satu hentakan.
"ALYA! KAMU KENAPA SIH? KALO KAMU BEGINI TERUS, KAKAK JUGA GAK TAU HARUS GIMANA. KAMU GAK BISA TERBUKA SAMA KAKAK. KAMU GAK PERCAYA SEPENUHNYA SAMA KAKAK. KALO KAMU BEGINI TERUS, KITA GAK AKAN TEMUIN JALAN KELUARNYA, ALYA!"
Alya menghapus airmatanya yang sudah terjatuh saat mendengar Sean meneriakinya seperti itu dari balik pintu.
Tapi gimana? Alya juga tidak pernah merasakan perasaan gundah seperti ini. Dan amarah Sean membuat Alya semakin sedih. Hatinya sangat sakit mendengar Sean yang mengomelinya seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL
RomansaFollow Author dan kasih Voment ya, kalau berkenan. Hehhee - - - Natalya Robberts, gadis imut yang biasa dipanggil Alya ini selalu dimanja seluruh keluarga sejak kecil. Tak memiliki saudara kandung alias semata wayang, mungkin itulah yang membuatnya...