11. The Gift

2.2K 161 21
                                    

Alya menatap rangkaian bunga cantik yang sedang ia genggam ditangannya. Melihat siapa yang mengirimnya, membuatnya kecewa.

Maaf, Mama gak bisa nemenin kamu diacara wisuda. Mama harus ke RS jenguk Papa kamu yang keadaannya semakin lemah.
Mama harap kamu mengerti ya, Sayang.
Mama tahu kamu anak yang pintar dan berprestasi.

Mama❤

Airmata menetes melewati kedua pipi cantik Alya. Tidak pernah terpikirkan jika ia akan melewati hal seperti ini sendirian lagi.

Ia membuka ponselnya berharap Sean mengirim pesan padanya. Dulu, selama ia bersekolah dan sebelum ia bertemu Sean kembali, Alya selalu mengirim e-mail dan menceritakan segala pencapaian yang telah ia raih. Meski tanpa balasan, namun Alya senang dengan harapannya bahwa Sean akan kagum padanya.

Mengingat situasi tidak lagi seperti dulu dan Alya tahu Sean sudah berubah, Alya enggan mengirim e-mail kembali.

Ia memasukan kembali ponsel ke dalam tasnya. Menatap ke sekeliling dimana para temannya berfoto ria dan penuh canda tawa bersama keluarga mereka.

Menciptakan kenangan indah dimana cinta selalu menghampiri mereka yang selalu bersama.

Alya tidak bisa menerima ini semua. Selama ini Alya selalu berpikir optimis karena adanya Sean didalam hatinya.
Tapi kini Alya mulai merasakan kebencian pada dirinya sendiri, pada Mamanya yang tidak pernah benar-benar memperhatikannya, pada Papanya yang tidak kunjung sadar, juga pada Sean yang teganya hadir kembali dengan cerita barunya.

Alya membenci hidupnya.
Dengan penuh rasa kebencian, Alya meremukan rangkaian bunga cantik itu lalu melemparkannya ke tong sampah didekat parkiran, lalu Alya berjalan kearah mobil jazz putihnya dengan raut wajah yang dipenuhi rasa kecewa dan amarah yang membara.

---------

Acara wisuda adalah acara yang sangat ia impikan sejak kecil, namun ternyata ia malah mendapati impiannya menjadi suatu hal terburuk yang akan ia ingat selamanya.

Alya duduk di sofa apartmentnya sambil menghembuskan napas lelah.
Ia menatap langit-langit ruang tamu apartmentnya.

Lagi-lagi, rasa ini ia rasakan kembali.
Perasaan yang bisa mencekam dan seakan mencekik lehernya hingga sulit bernapas.

Alya benci perasaan ini.
Ia benci merasakan kesepian ini lagi.

Apa yang harus ia lakukan sekarang?
Bekerja di ROB City Hospital?
Memang tujuannya berkuliah adalah untuk melanjutkan langkah Papanya. Tapi, itu sebelum ia tahu tentang keluarganya.

Sekarang?
Disana sudah ada Tania, yang lebih berhak menjadi penerus Papanya.
Kenapa Alya seperti mendapat sial dari kelakuan Mamanya?
Alya membenci kenyataan jika ia adalah anak hasil perselingkuhan yang sudah ada sebelum adanya pernikahan.

Tadinya, ia cukup percaya diri meski Mamanya adalah istri kedua, tapi kenyataan jika dirinya adalah anak diluar nikah apa yang bisa ia lakukan sebagai pembelaan?

Jawabannya, tidak ada.

Alya memijat pelipisnya.
Bukan hanya tubuhnya yang terasa lelah, tapi ia merasakan mentalnya terjatuh dan habis tertelan bumi.

Memikirkan itu semua membuat Alya kelelahan dan tertidur pulas di sofa dengan posisi masih terduduk.
Mungkin tidur adalah satu-satunya cara agar Alya melupakan kesialan hidupnya. Mengisi kembali semangat hidupnya agar bisa memutuskan langkah hidupnya kembali, seorang diri.

----------

"Alya, Papamu sudah tidak ada."

Alya berlari keluar mobilnya yang ia parkir tepat didepan lobby, menaiki eskalator dan berlari menuju lift, melewati lorong dengan penuh airmata.
Suara Mamanya ditelpon yang mengabari dirinya selalu terngiang dikepalanya.

STILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang