34. Kambuh

1.8K 138 38
                                    

"Ini jadwal terbaru dokter Alya."
Dokter Welmy menyodorkan sebuah map berisi jadwal mingguan rutinnya.

Alya menerimanya sambil membaca. Dahinya berkerut. "Mr. Gordano pasti yang campur tangan. Jadwalku sedikit sekali."

"Maaf. Tapi, sebagai pemegang saham terbesar pada RS ini, saya tidak bisa berbuat banyak. Ini permintaan langsung dari atas."

Alya pun mengangguk.
Apa daya?
Kali ini, Sean bahkan sudah mencampuri urusan pekerjaannya.

"Bagaimana dengan kondisi dokter Alya? Apa Mr. Gordano sudah mengatakan pada dokter mengenai rencana konferensi publik minggu depan?"

Alya menaruh mapnya dibawah laci mejanya.
Memang, dokter Welmy lah yang mengunjungi ruangannya.

Ruangan Alya sedang tidak ada siapapun.
Dokter Revan sedang jadwal dan satu dokter lainnya sudah pulang. Alya masih di ruangannya, karena baru saja selesai mengikuti jam operasi tadi sore.
Dan Sean memintanya menunggu karena mereka akan pulang bersama karena memang Alya tidak membawa mobil tadi pagi.

Alya mengangguk sambil mengusap perutnya yang sudah mulai berbentuk dan berisi. Sekarang, ia masih bisa menutupinya dengan memakai blouse longgar. Tapi, jika menunggu lebih besar lagi, pasti akan ketahuan.

Belum lagi, beberapa rekan dokternya ada yang memperhatikan penampilannya yang berbeda. Biasanya, Alya selalu memakai dress yang membentuk tubuh dan manis.

Sekarang, malah celana jeans karet dengan blouse besar yang menemani kesehariannya.

"Hari ini lumayan baik dari kemarin. Mengenai itu, saya serahkan pada Willy."
Ucap Alya.

Dokter Welmy mengangguk mengerti. "Ah ya, saya dengar dokter Alya akan mengajukan cuti setelah konferensi publik. Apa dokter sudah pikirkan hal itu matang-matang?"

Kali ini, Alya mengernyitkan dahinya.
"Siapa yang mengatakan itu?"

"Mr. Gordano."

"Dia mengatakan itu langsung pada dokter Welmy?" Kaget Alya.

"Ya. Apa saya salah bicara? Kenapa ekspresi dokter seakan tidak tahu apa-apa? Keputusan para atasannya terlihat bulat untuk menyetujui cuti lama untuk salah satu dokter RS, apalagi dokter RS itu adalah istri Direktur sendiri. Saya hanya ingin bertanya, apa dokter sudah memikirkan itu matang-matang? Banyak dokter hamil muda yang masih bekerja. Mereka hanya cuti paling lama 3 bulan."

Alya memijat pelipisnya.
Kapan dia mengatakannya?
Apa maksud Sean dengan merapatkan hal ini tanpa sepengetahuannya lebih dulu?

"Sebenarnya, aku masih memikirkannya. Aku akan membicarakan hal ini pada Mr. Gordano."

Dokter Welmy mengangguk mendengar ucapan Alya. "Baiklah, kalau begitu saya permisi. Apapun keputusan dokter Alya, semoga menjadi yang terbaik." Ucap Dokter Welmy tulus lalu pergi dari ruangan itu setelah mendapat ucapan terima kasih Alya.

Alya mengusap wajahnya kasar.
Kandungannya belum sebesar itu dan Sean terlalu berlebihan dengan mengatur pekerjaannya.

Ponselnya berdering menandakan seseorang sedang mencoba menghubunginya. Alya meraba ponselnya dari isi tasnya dengan malas dan langsung menjawabnya.

"Hello, Mama muda cantik!"

Alya melihat layar ponselnya. Benar, ini dia lagi!

"Sopan kalo bicara! Apa maumu, hah?!" Geram Alya karena pria ini bisanya hanya mengancamnya dari kejauhan.

"Hehehe! Aku punya saran untukmu. Emosi disaat kehamilan, tidaklah baik. Apalagi, kamu punya emosi berlebih karena turunan ibumu. Aku tidak mau kamu terlalu cepat keguguran. Aku mau permainanku berjalan mulus."

STILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang