37. Mencari Petunjuk

1.5K 133 21
                                    

"Alya gak tau. Tiba-tiba, Mama histeris saat ngeliat perban ini."
Tunjuk Alya mengangkat lengannya pada 3 pria dihadapannya. Saat ini, mereka sedang berada di ruang tamu kediaman Gordano.

Setelah kejadian di RSJ, Sean langsung membawa Alya pulang dan meminta Arnold ke RSJ untuk mencari tahu petunjuk yang mungkin ada.

Lalu, mereka berkumpul disini.

Dahi mereka semua berkerut terlihat jelas jika mereka semua sedang berpikir.

"Apa kamu mungkin mengatakan sesuatu sebelum itu?" Tanya Sean.

Alya mencoba mengingatnya, lalu ia menggeleng. "Sepertinya Alya belum banyak bicara. Saat itu Alya hanya mengangkat tangan Alya ke meja lalu Mama mulai histeris."

"Dari laporan penjaga RSJ, mereka bilang Ibu Ericka terus mengigau tentang suntikan dan bayi." Ucap Arnold sambil menaruh sebuah flashdisk rekaman saat Ericka histeris.

"Aku sudah mendengarnya beberapa kali, tapi belum menemukan jawaban pasti. Kata yang dikeluarkan Ibu Ericka sangat dikit. Suntikan, bayi, nama Alya, darah. Tapi aku yakin pasti ada sesuatu yang terjadi dan menurutku ada yang mencoba menyakiti Ibu Ericka." Tambah Arnold.

Jemari Alya terkepal erat diatas pahanya.
Bagaimana bisa ada orang yang mau menyakiti Mamanya saat ini?
Tunggu!
Atau itu terjadi di masa lalu?

Satu orang yang ia pikirkan adalah pria tidak dikenal itu yang tahu jawabannya. Atau dia pelakunya?

Alya sangat kesal saat ini. Ia harus berbicara dengan pria itu dan bertanya padanya.
Tapi, kondisinya yang sedang hamil seperti ini, pasti beresiko besar. Dan Sean pasti melarangnya untuk melakukan apapun. Yang ada, Sean malah membawanya menjauh dari masalah Mamanya ini.
Tidak bisa!
Alya harus ikut turun tangan dan tahu apa yang terjadi pada keluarganya, pada Mamanya.

Sean memperhatikan tatapan Alya yang seakan sedang berpikir keras. Well, ia tidak menyukai itu. Matanya melihat kepalan tangan istrinya itu.

"Sepertinya, aku harus pulang ke mansion Papa." Ucap Alya tiba-tiba.

Willy, Arnold terlebih Sean kaget dan menoleh secara bersamaan.

"Untuk apa?" Tanya Sean.

Alya menatap Sean. "Alya harus tahu apa yang terjadi, Kak. Alya mungkin bisa menemukan petunjuk di kamar Mama."

Arnold mengangguk. "Sebenarnya, aku sedang memikirkan hal itu. Tapi aku menahannya karena kupikir Nona Alya masih syok."

Alya tersenyum dan kembali tatapannya ia tuju pada Sean. Ia harus mendengar pendapat Sean juga.

Sean menghela napasnya. "Oke. Kita pergi besok pagi aja. Gimana?"

"Sekarang aja. Besok Alya harus kerja, Kak."

"Kamu pasti capek, Al."

Alya menggeleng. "Please. Kita bisa nginep disana. Besok berangkat kerja dari sana."

"Itu terdengar bagus." Tukas Willy yang sedari tadi diam mendengarkan mereka berdiskusi.

Alya memegang tangan Sean untuk meyakinkan suaminya itu. "It's my home, too. Alya juga kangen sama rumah. Kakak mau kan nginep disana?"

Setelah berpikir sebentar dan mempertimbangkan kondisi Alya, Sean pun mengangguk. "Oke. Will, siapkan mobilku. Aku yang nyetir."

Alya pun berterima kasih pada Sean.

----------

Mobil mewah Sean berwarna merah itu terparkir manis di depan sebuah mansion mewah klasik yang terlihat sepi.

STILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang