7. Fakta

2.6K 172 10
                                    

1 minggu kemudian...

"Jadi, kasus ini ditutup begitu saja???"
Tanya Alya spontan karena mendengar apa yang diucapkan Sean pada ibunya diruang rawatnya.

Hari ini, Alya sudah diperbolehkan pulang dan Alya mendapat ijin libur satu hari kerja dari dokter Welmy.

"Bukan di tutup, tetapi mereka menyerahkannya langsung kasus ini pada detektif. Semua CCTV RS hanya menunjukkan pria bermasker itu. Tak ada petunjuk apapun selain itu yang bisa membuat polisi tahu siapa yang harus mereka cari."
Jelas Sean membuat bibir Alya mengerucut kesal.

"Harusnya mereka mencari lebih lagi. Apa detektif yang menyelidiki pria itu berkualitas bagus?"
Tanya Alya penuh selidik.

Sean menatap kesal Alya. "Kau pikir aku akan memberikannya ke sembarang orang? Aku memilih Detektif Arnold untuk menangani kasus ini."

Mata Alya melotot lebar. "Detektif Arnold??? Benarkah??? Si detektif tampan dari San Fransisco??!!" Teriak Alya membuat Sean mengernyit kaget.

"Alya!! Jangan berteriak!" Ucap ibunya sambil membawa tas kecil bekas baju kotor Alya selama dirawat.

Lalu, mereka berjalan bersama keluar ruangan menuju mobil keluarga Robberts yang sudah menunggu di depan lobby.

"Katakan padaku, Kak. Apa benar Detektif Arnold yang aku maksud itu sama dengan yang Kakak maksud?"
Tanya Alya sambil memeluk lengan Sean, lebih kearah histeris.

Sean kesal jika harus mendapati Alya yang bersikap kekanakkan seperti ini.
Namun, ia benar-benar tidak bisa memarahi Alya. Meski dalam pikirannya, ia sangat ingin menoyor kepala anak bocah ini.

"Kakakkk!!"
Teriak Alya kembali.

"Ya! Ya! Ya! Kenapa memang?!" Teriak Sean membuat ibu Alya terkejut namun malah tersenyum melihat wajah kesal Sean menanggapi tingkah konyol Alya yang sekarang malah mengayun-ayunkan tangan Sean saat berjalan menuju mobil.

"Ahhh! Kapan dia akan kerumah??"
Tanya Alya, ia berhenti didepan pintu mobil.

"Besok." Jawab ibunya.

Sean hanya diam memasang wajah datar.

"Benarkah??" Tanya Alya sumringah.

"Jangan konyol, Alya! Dari tadi kau mengatakan 'benarkah?' 'benarkah?', sampai mama bosan mendengarnya."
Ucap Mrs. Robberts jengah.

Alya tertawa geli sambil memandang wajah Sean yang masih datar.

Alya tersenyum. "Aihh, tenang saja. Dimata Alya, Kak Sean tetap yang paling tampan dan keren. Bahkan, Detektif Arnold yang masih muda itu pun masih kalah."

Sean menatap Alya horror. "Jadi, maksudmu aku sudah tua?"

Alya terkejut menutup mulutnya dengan telapak tangannya. "Alya gak pernah ngomong itu. Hanya bilang Detektif Arnold masih muda. Tidak ada maksud lain. Apa yang Kakak pikirkan?"
Ucap Alya sambil membuka pintu mobilnya.

Sang ibu tertawa sambil ikut masuk ke mobil lewat pintu lainnya.

Untuk kesekian kalinya setelah sekian lama, Sean merasakan emosinya naik lagi. Ia selalu terkecoh dengan ucapan gadis tengik di hadapannya ini.

Lihatlah!
Sekarang, dengan lepasnya Alya tertawa. Apa lagi jika bukan karena menertawakan Sean?

"Alya, take your time. Kakak akan membalasmu."

"Dengan senang hati, Kak Sean Gordano."

"Hati-hati." Ucap Sean.

"Kakak gak ikut?"

STILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang