36. Sembuh dan Kesimpulan Alya

1.7K 135 29
                                    

"Kak, Alya mau apel itu."
Tunjuk Alya pada meja khusus penunggu yang diatasnya ada berbagai macam buah yang sempat dibawa Willy tadi.

Alya sudah dirawat semalaman di RS.
Dan keadaannya mulai stabil.

Sean yang baru saja keluar dari kamar mandi itu pun memapah Alya yang sedang mencoba berjalan ke arah meja dekat jendela kembali ke ranjang.

"Yaudah, Kakak ambilin. Kamu jangan turun dari ranjang kecuali mau ke toilet."

Alya menghela napasnya.
Sejak percakapan berat mereka kemarin sore, baik Alya mau Sean sudah tidak bertengkar lagi.
Alya juga bertingkah seakan tidak pernah mengatakan cerai pada Sean.

Sebenarnya, Sean sangat waspada akan mood dan mental Alya yang mungkin mendadak bisa berubah.
Jadi ia memilih tidak menyinggungnya lagi.

Lagipula, Alya mungkin sedang mencoba memberi dirinya waktu untuk berpikir sendiri. Sean tahu, ia harus bisa bersabar dan membimbing istrinya agar tetap dalam jalan pikiran yang benar.
Ia tidak mau, Alya menderita.
Dan saat ini, alasan itu bisa ia jadikan sebagai tiang mempertahankan Alya untuk bersamanya. Tentu saja pondasinya adalah cinta.

Apa cinta butuh alasan?
Mungkin, keterbiasaan Alya yang selalu membutuhkannya membuat Sean sempat membencinya. Padahal, bukan rasa benci yang sesungguhnya.
Ada perasaan kosong yang selalu Sean rasakan meski ia sedang bersama wanita lain termasuk Tania.

Tapi, ia tidak merasakan kekosongan itu saat sedang bersama Alya. Rasa penasaran memang ada. Kasihan? Mungkin. Atau lebih tepatnya khawatir. Itulah yang Sean rasakan.
Dan menurutnya, itu cukup untuk membawa Alya ke dalam pelukannya.

Well, satu lagi yang ia baru sadari saat Daddy-nya mengingatkannya.
Ternyata, Ia sangat suka wanita yang bermanja manis padanya seperti yang di lakukan Alya.

Sifat manja Alya berbeda dengan sifat manja cewek lainnya. Dari dulu, Alya hanya bermanja padanya dan menuruti semua perkataannya.

Bukan seperti cewek kebanyakan yang bermanja demi dituruti semua permintaannya.
Alya malah menurut pada Sean dan melakukan semua yang Sean katakan.

Termasuk menjadi seorang dokter. Alya benar-benar melakukannya meski ia sendiri pergi meninggalkan gadis itu dulu.

Saat itulah, Sean menyadari perasaannya.

"Gak enak tidur disini."
Ucap Alya sambil menerima apel yang sudah dicuci terlebih dahulu oleh Sean.

"Terus? Mau tidur dimana?"

"Dirumah."

"Iya, nanti kalo dokter udah ijinin pulang."

"Alya mau pulang hari ini juga. Alya gak mau tidur di sini. Sakit badan." Ucap Alya sambil memegang pinggangnya.

Sean mengkerutkan dahinya.
"Beneran?"

Alya mengangguk sambil memakan buah apelnya.

"Tapi kamu semalem tidurnya nyenyak."
Selidik Sean.

Alya mencebikkan bibirnya kesal.
"Sayang, Papa kamu jahat. Mama dibiarin kesakitan tidur disini. Nanti pas kamu lahir, jangan mau digendong dia ya." Ucap Alya sambil mengelus perutnya.

Sean hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah aneh Alya.

"Ini bukan akal-akalan kamu kan?"

"Gara-gara kemarin Alya minta cerai, sekarang jadi gak percaya gitu? Yaudah." Balas Alya dengan wajah sewotnya.

Alya mulai mengungkitnya, pikir Sean.
Sean pun duduk di kursi menghadap Alya yang sedang duduk dipinggir ranjang dengan kedua kaki menggantung ke lantai.

STILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang