49. Kekecewaan Alya

2.4K 181 49
                                    

Hari ini adalah hari Senin.
Hari yang begitu menyibukkan bagi mereka yang bekerja dari pagi hingga sore dan bergelut setelah menikmati hari weekend.

Mereka alias Alya dan Sean, telah tiba di Jakarta minggu malam. Meninggalkan keluarga Sean dengan penuh haru dan tanpa kesalahpahaman.

Jangan tanyakan tentang hubungan sepasang calon orangtua ini.
Meski komunikasi mereka lancar, tak bisa dipungkiri jika Sean mulai merasakan sikap berbeda dari Alya.

Alya seakan menjaga jarak.
Meski istrinya itu tetap melayaninya seperti biasa, satu yang membuat Sean gundah adalah sosok Alya yang tidak pernah bermanja lagi padanya.

Jujur saja, Sean juga marah pada Alya.
Karena apa?
Apa lagi kalau bukan pertanyaan Alya malam itu?
Apa-apaan Alya ini! Meminta pisah darinya untuk kesehatan hubungan mereka.

Sean tidak pernah membayangkan jika Alya akan meninggalkannya atau menjauhinya.
Ia sangat menyayangi Alya.

Alhasil, hubungan mereka saat ini terasa lebih dingin. Meski mereka masih saling memperhatikan, tapi diam adalah kebiasaan baru bagi mereka.

Apa benar mereka membutuhkan waktu masing-masing? Sean bahkan menggelengkan kepalanya karena selama meeting dari pagi, hanya pertanyaan Alya itu yang selalu berputar di kepalanya.

"Are you okay, dude?"
Tanya seseorang yang masuk ke dalam ruangannya untuk menyerahkan berkas rapat kesekian kalinya hari ini.

Sean yang melipat jemarinya dan menumpukannya di dagunya itu melirik sang sahabat sekaligus partner kerjanya.
"Alya membuatku tak karuan."

Pria yang dikenal Alya sebagai sekretaris andalan Sean itu terkekeh. "Sepertinya aku bisa membayangkannya."
Ucapnya sambil membayangkan sosok Alya yang menggila saat Sean tidak sadarkan diri akibat tertusuk pisau karena ulah Revan saat itu.

Sean menghela napasnya. "Ini lebih dari yang kau pikirkan."

Alis pria itu berkerut. Ia baru melihat Sean yang bertingkah layaknya remaja yang kehilangan arah. "What is it?"

"Dia bertanya sesuatu tapi pertanyaannya terdengar seperti sebuah permintaan."

Pria itu menjentikkan jarinya. "So what? Just do it!"

Sean melotot kearah pria menjengkelkan dihadapannya itu. Si pria pun beralih menggaruk tengkuk lehernya karena sepertinya sarannya tidak baik sama sekali.

"Am i wrong?"
Tanya pria itu dengan tatapan datar.
Kesal karena sang majikan hanya memberitahu masalahnya dengan kalimat ambigu. Ia tidak tahu seluk beluk masalahnya.

"Totally wrong!!!"
Kesal Sean. Kali ini, ia mengusap kasar rambut kepalanya dan menengadah ke langit-langit, menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya.

Pria itu mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Okay. I'm done."

Sean hanya menggeleng kesal lalu menatap pria itu dengan tatapan memelas.
"Aku ingin menanyakan sesuatu padamu, Wil."

"Kau malah terlihat menyeramkan saat mengatakan itu."
Ucap Willy bergidik.

"I'm serious!"
Desak Sean.

"Okay! Just say it now!"
Jengkel Willy karena mood Sean hari ini benar-benar kacau. Padahal mereka baru bertemu semenjak kepergian Sean dan Alya ke Jerman. Tapi, kembalinya Sean malah membuat perasaan dongkol Willy kembali muncul.

Sean menarik napasnya.
"Menurutmu, berapa besar kemungkinan aku dan Alya akan bercerai?"

Seketika, mata Willy melotot lebar.

STILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang