52. Forever Still

3.7K 222 33
                                    

"Al, ayo makan. Perut kamu bakal sakit kalo gak diisi lagi."

Sejujurnya, Alya sudah terbangun sejak tadi. Dan hingga jam makan malam sudah lewat pun, Alya masih berbaring di ranjangnya.

Bukan tidak peduli akan anaknya, tapi ia tidak mau melihat Tania sama sekali. Kebencian Alya saat ini sedang berada di puncaknya.
Rasa penyesalan pun hadir membuat Alya semakin merasa marah pada dirinya sendiri. Ia lelah menjadi orang bodoh seperti ini.

Tania pasti telah memanfaatkan kebaikan yang ia berikan. Alya sadar, ia terlalu naif dan terlalu menjunjung kebaikan. Jika hatinya telah menjadi sakit seperti ini, siapa yang bisa mengobati?

"Aku sudah pernah tidak makan selama 3 tahun, dan sialnya aku masih hidup." Ucap Alya sambil bangun dari tidurnya tanpa melihat kearah Sean.

"ALYA! DO NOT SAY THAT! I HATE IT!"

Alya mendongak melihat Sean yang ternyata setia duduk disamping ranjangnya.
"Alya juga membenci kenyataan ini. Apa Kakak juga akan marah? Oke! Alya tahu Alya keterlaluan."

Alya berdiri acuh tak acuh mengabaikan keberadaan Sean yang hendak membantunya berdiri. Alya menepisnya.

Ia ingin berdiri sendiri. Ia ingin menegaskan kalau dirinya tidak selemah itu.
Untuk mendapatkan kembali anaknya, ia harus bisa bangun dengan kekuatannya sendiri.

Alya tahu Sean mengikutinya dari belakang. Alya hanya melanjutkan langkahnya menuju luar kamar hendak ke ruang makan.

Setelah sampai bawah, Alya mendapati Sila sedang mengambil nampan berisi jus berwarna kuning dan dari baunya, ia tahu itu jus mangga.

"Nona Alya??" Kagetnya.

Alya melirik gelas bening itu.
"Untuk siapa?"

"Nona Robbert, Non."

Dengan tatapan datar, Alya mengambil gelas itu lalu meminum jus yang tidak begitu ia sukai itu hingga tersisa setengah.

"Al?"
Itu suara Sean. Sean tahu, Alya tidak terlalu menyukai buah itu.

"Nona? Nona juga mau? Akan saya buatkan kalau begitu."

Alya menghentakkan gelas itu dengan sedikit kencang.
"Tidak perlu."

"B-baiklah, Nona. Saya akan buatkan yang baru untuk Nona Robbert."

"Aku bilang, tidak perlu!" Bentak Alya membuat Sila juga Sean terkejut.

Namun, Sean hanya diam saja. Ia membiarkan Alya berbuat apapun karena ia tahu Alya sedang marah saat ini.

Sila menunduk dan melepas nampannya sambil berjalan menunduk.

"Di rumah ini, hanya ada satu Nona, Sila! Kau harus ingat itu! Sebelum Luna tumbuh besar, hanya ada satu wanita yang bisa kalian panggil Nona, yaitu AKU!"

Sean berjalan menghampiri Alya dan mengelus bahu istrinya itu untuk menenangkan amarah Alya.
Tidak hanya Sila, tapi beberapa maid baru didapur pun hingga menghentikan tugasnya demi menghormati majikan mereka yang sedang mengamuk.

"Baik, Nona."
Ucap Sila menurut.

"Dimana Luna?"
Tanya Alya setelah menarik napasnya.

Ia bersyukur Sila tidak menjawab perkataan lain. Jika saja ia menyela, Alya bisa membalikkan meja makan ini karena saking kesalnya.

"Nona kecil sedang berada di taman bersama Nona Tania."
Ucap Sila.

Ingin sekali Alya marah karena di jam segini, Tania masih berada di rumah ini.
Siapa dia?
Tantenya?
Sejak kapan?
Alya tidak mau!
Jangan sekarang!

STILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang