32. Mengaku

2.1K 153 41
                                    

Alya yang duduk bersandar pada kepala ranjang pun hanya terdiam membiarkan Sean yang menyiapkan obatnya setelah makan malam.
Sean juga adalah orang yang menyuapinya makan, meski Alya tidak menghabiskan makanan di piringnya. Setidaknya, perutnya terisi.

Ia menerima obat itu dan meminumnya bersamaan dengan air putih di gelas. Sean duduk di bagian samping ranjang menatap aktifitas Alya yang meminum obatnya dan yang sedari tadi hanya diam.

"Sayang, Kakak mau kasih tahu kamu kabar gembira."
Ucap Sean dengan wajah riangnya.

Alya memegang gelasnya dengan gugup.
Apa Sean ingin memberinya kabar seputar Tania atau Donita? Mereka memang sudah jarang terdengar kabarnya. Yang Alya tahu, Donita sudah bebas dari penjara.

Sean mengecup keningnya tiba-tiba dan mengambil sebelah tangannya untuk ia kecup.
"Makasih ya, Sayang."

Alya menatap Sean dalam diamnya.

"Tadi dokter Welmy yang meriksa kamu, bilang kalau kamu hamil. Udah sebulan."

Jantung Alya seakan berhenti.
Hamil?
Didalam perutnya saat ini sedang ada janin bayi?

Alya sangat terkejut hingga ia tidak tahu harus memberi respon seperti apa.
Satu yang ia sadari, kenapa dirinya tidak bahagia?

Kenapa Alya malah ketakutan?
Ia takut secara tidak langsung, ia malah akan menyakiti janin ini.
Ia takut jika ada orang yang malah ingin melukainya karena kehamilannya.
Ia takut pria tidak dikenal itu malah mengancam nyawanya.

Alya...
Belum siap!

"Dokter Welmy bilang, kamu gak bisa kecapean meski janin kamu kuat. Pokoknya, mulai sekarang, Kakak yang bakal kontrol kerjaan kamu. Tidak ada penolakan." Perintah Sean.

Alya hanya menatap Sean dan gelasnya bergantian. Ia benar-benar bingung. Apa ia harus menerima kenyataan ini?
Atau mungkin, bayi ini yang akan membuat Sean mempertahankannya? Sepertinya, ini kabar baik.

"Kok, ekspresi kamu begitu? Kamu gak seneng?" Tanya Sean bingung.

Alya mendongak kaget menatap mata Sean yang menelisik tajam kearahnya. Alya pun tersenyum.
Ia menaruh gelasnya diatas nakas.
"Alya seneng, kok. Cuman tadi terlalu kaget denger ucapan Kakak. Alya kira Kakak candain Alya."

Sean pun tersenyum senang mendapati respon Alya yang ternyata juga senang. Ia memajukan tubuhnya mendekat untuk memeluk tubuh Alya.
Alya menerima pelukan itu dan menyandarkan wajahnya pada dada Sean. Senyumnya menghilang.

Ia harus menjaga janin ini, bagaimana pun juga.

---------

Belakangan, Alya sudah dilarang memegang pekerjaan rumah. Siapa lagi kalau bukan Sean dalangnya?
Seluruh pelayan dirumah ini, malah memohon pada Alya agar tidak menyentuh pekerjaan mereka karena jika itu terjadi, mereka akan segera Sean pecat.

Alya pun hanya bisa menghela napas. Namun, ia tetap bersikeras membantu membuatkan makan malam.

Kalau pagi, ia tidak bisa melakukannya.
Karena apa?
Karena mulai beberapa hari belakangan, kegiatan pagi Alya adalah muntah-muntah dan lemas di pagi hari.
Itu hanya terjadi di pagi hari.
Dan jika sudah terlalu kelelahan, Alya akan kembali mual di malam hari. Hanya saja itu baru tiga kali terjadi.

Sean selalu memperhatikan Alya.
Menelpon Alya setiap saat pria itu memiliki waktu luang yang kadang membuat Alya risih karena pekerjaannya sering terganggu.

Pernah Alya tidak menjawabnya seharian, alhasil Sean menyusulnya ke RS. Sejak itu, Alya tidak pernah mengabaikan panggilan Sean.

Alya hanya tidak ingin orang Rumah Sakit mengetahui jika ia adalah seorang istri Gordano. Karena, yang kebanyakan orang tahu, Tania adalah calonnya. Bahkan, pemegang saham di RS ini pun hanya beberapa yang tahu tentang pernikahan ini dan mereka memilih merahasiakannya sesuai perkataan Ayah Sean saat acara penobatan resmi Sean. Jika publik tahu, ia takut semua orang akan memandangnya seakan sebagai perebut calon suami orang. Dan, popularitas baik seorang Gordano pun akan dipertanyakan.
Karena, yang mereka tahu Tania lah tunangan Sean sejak pemberitaan terakhir. Apa lagi keadaannya yang sedang hamil sekarang. Pasti akan lebih buruk berita yang beredar.

STILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang