39. Kekesalan Alya

1.6K 130 27
                                    

"Kau darimana? Acara sudah selesai daritadi." Tanya Sean sambil berjalan menuju mobil dimana Willy baru saja keluar menghampirinya.

"Mansion kecolongan."

Tangan Sean yang hendak membuka mobil terhenti. Ia menoleh ke arah Willy dengan dahi berkerut.
"Mansion? Mansion kita?"

Willy menggeleng. "Mansion keluarga Robbert."

"Bukankah Alya pulang kesana? Kok bisa?"
Tanya Sean sambil memasuki mobil.

Willy pun berlari menuju kemudinya dan mulai melajukan mobil memasuki tol yang lumayan ramai.

"Semua penjaga mansion berhasil dilumpuhkan. Mereka bahkan berhasil menyentuh Alya."

"Dia baik-baik saja? Dimana dia sekarang?" Tanya Sean mulai panik saat mendengar jika orang jahat itu berani menyentuh istrinya.

Sean mengetik sesuatu pada ponselnya. Apalagi kalau bukan untuk menelpon Alya?

"Alya baik-baik saja. Dia memberi tendangan mematikan bagi kaum adam. Lalu, ia lari ke rumah. Orang itu kabur setelah melihat banyak pelayan keluar rumah."

Sean memijat pelipisnya.
Kenapa bisa ada orang jahat yang berhasil masuk dan disaat dirinya tidak berada di dekat Alya?
Jadi, Alya masih di mata-matai?

"Kau hubungi Arnold, sekarang." Perintah Sean pada Willy. Willy pun mengangguk.

"Halo, Sayang? Kamu baik-baik aja?"
Tanya Sean saat telponnya diangkat.

----------

"I am okay. Kakak gak usah khawatir. Alya tendang aset berharganya, tadi." Tawa Alya namun, sesaat kemudian ia meringis karena pinggulnya yang ia kompres dengan bungkusan es yang baru Dillah bawa ke kamarnya.

"Loh? Kamu kenapa?"

"Tadi pinggang Alya kepentok spion saking kagetnya."

"Ya Tuhan. Kakak lagi jalan, nanti kita cek ke RS ya."

"Gak usah. Orang kepentoknya di belakang. Cuman linu aja, jadi daripada nanti bengkak atau kenapa-kenapa ya Alya kompres pake Es. Kakak jangan khawatir gitu dong. Kan Alya jadi seneng."
Ucap Alya.

"Sempet ya kamu bercanda. Kakak lagi panik begini."

Alya menghela napasnya. "Abis tadi Alya takut banget. Dia berani nyentuh Alya. Jadi, buat ngilangin rasa takut Alya, Alya pengen bercanda."
Jawab Alya.

Terdengar gantian helaan napas kasar dari Sean.

"Iya deh, Alya minta maaf." Ucap Alya merasa bersalah karena tidak mengerti suasana hati Sean.

"Gak, Sayang. Kakak harusnya ngertiin kamu. Kakak terlalu khawatir. Kamu beneran gak apa-apa kan? Dia gak nyakitin kamu, kan?"

"Enggak. Alya gak kenapa-kenapa, kok. Pria gila itu gak sempet ngejar Alya yang udah sampe di pintu rumah duluan. Kakak cepet ya kesini. Alya butuh Kakak."

"Iya, Sayang. Willy udah Kakak seru ngebut. Kita masih di tol. Kamu yang tenang ya. Jangan terlalu dipikirin dulu. Nanti perut kamu keram lagi."

Benar saja, saat Sean bilang begitu, Alya menjatuhkan ponselnya karena ia memegang perutnya. Perutnya tiba-tiba keram. Alya terduduk di ranjangnya sambil melepaskan pegangan kompresnya.

Ia berlutut di bawah ranjang.
Tangan kanannya menyangga tubuhnya dengan tangan kiri yang memegang perutnya.

Alya meringis.
Mencoba mengatur napasnya dan mengelus perutnya agar membaik. 

STILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang