44. End Flashback

1.6K 124 12
                                    

Mau bertanya seberapa terpukulnya?

Jangan tanya.

Meski Ericka terlihat kuat dan tenang, di malam hari ia selalu menangis.
Ericka berharap Robbert terbangun dari komanya secepat mungkin.

Dalam tidur Robbert, Ericka-lah yang menangani segala urusan perusahaan.
Disisi lain, ia tidak bisa meninggalkan suaminya.
Ericka ingin, dalam siumannya nanti yang Robbert lihat adalah dirinya.

Tertekan?
Sangat.

Down-nya perusahaan, kondisi suaminya yang koma, membuat Ericka menggila.
Ericka tidak ingin kondisinya memperburuk keadaan. Maka dari itu, Ericka selalu mengkonsumsi obat-obatan dengan dosis sedikit lebih banyak.

Waktupun berlalu, dan Robbert tak kunjung bangun.
Ericka jarang pulang ke rumah. Semua urusannya selalu ia bawa ke RS.

Mengenai Alya?
Ia percayakan pada Bik Dillah.
Lagipula, Ericka lebih memilih percaya jika Alya akan mengerti keadaannya.
Tanpa tahu, jika Alya yang murung bertambah murung dengan trauma yang tidak pernah ia tahu.
Yang ia ingin tahu adalah kemajuan Alya dalam belajarnya di dunia kedokteran. Ia ingin Alya melebihi Tania yang juga kuliah kedokteran. Pasti, Donita ingin merebut Robbert kembali dan membuang dirinya atau bahkan menyakiti Alya.

Suatu hari, ia mendapat kabar jika Sean akan kembali ke Indonesia untuk membantu RS utama milik Robbert ini.

Jujur, Ericka tidak ingin Alya terpukul dengan Sean yang sudah bertunangan.
Meski pada waktu itu, sepertinya Sean sudah menjelaskannya pada Alya.

Ah, ia tidak tahu apapun tentang perasaan Alya. Karena, ia hanya disibukkan dengan kerjaan dan suaminya. Ericka sungguh sangat menyesal. Ia tidak bisa berbuat apapun untuk mengenal Alya-nya.
Ia hanya berharap jika badai ini akan cepat berlalu.

-------------

5. Peringatan untuk Ericka

"Apa maksudmu?" Tanya Ericka bingung mendengar penjelasan Sean.

"A-aku tidak tahu, Tante. Tapi, aku melihat Alya sangat berbeda. Apa selama aku pergi ada sesuatu yang terjadi?" Tanya Sean.

Ericka melihat tangan Tania memeluk lengan Sean seakan memberi anak lelaki itu kekuatan. Entah kenapa, Ericka merasa sakit melihat itu. Ia tidak menyalahkan Tania, karena Tania tidak tahu apapun dan bahkan Tania seperti belum mengenal siapa dirinya sebenarnya. Mungkin Donita tidak pernah menceritakan keluarga kedua Robbert.

Ericka menghela napasnya sambil menatap tubuh Alya yang terbaring di ranjang RS.
Ia merasa kasihan pada putrinya, dan bahkan ia tidak tahu apa yang sedang putrinya itu alami.

"Tante tidak tahu. Yang Tante tahu, dia berubah sejak kepergianmu dan kecelakaan Om."
Tatapan Ericka menerawang ke saat dimana ia selalu mendapati wajah ceria Alya dengan semua sisi kemanjaannya yang manis.
Ia merindukan semua itu.

Ericka menghembuskan napasnya sambil mengulas sebuah senyuman menatap Sean. "Tante akan kembali ke ruangan Om. Tante hanya minta, perlakukan Alya dengan baik meski kalian sudah bertunangan."

Sean pun mengangguk dengan tatapan tidak yakin. Ericka hanya berharap, Alya bisa menerima semuanya dengan tabah.

Sepanjang perjalanannya menuju ruang suaminya, Ericka kembali memikirkan apa maksud Sean jika ia melihat Alya sedang linglung saat kecelakaan tadi.
Ia tahu pasti Sean berniat membantu Alya yang sedang diserang segerombolan pria. Tapi, ia tidak mengerti apa maksud di akhir perkataan Sean itu.

Ah, mungkin Alya sangat syok.
Dia adalah anak manja yang tidak pernah berurusan dengan kekerasan. Mungkin itulah sebabnya Alya ketakutan.

-------------

STILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang