17. Finding Ericka

1.9K 151 34
                                    

"Tunggu! Aku mau ke toilet dulu!"
Teriak Alya menahan ucapan dokter Welmy yang sedang memberi para dokter magang sedikit bahan materi dan briefing hari ini.

"Seriously, Alya? Ini sudah 3 kali sejak kamu sampai diruang meeting ini?" Tanya Dr. Welmy dengan diikuti pandangan aneh dari rekan dokter magang lainnya.

Alya memegang perutnya sambil terkekeh lemas menahan sakit di perutnya. "Sorry, Dokter. Perutku lagi ngamuk. Saya permisi." Jawab Alya terburu-buru sambil berlari keluar dari ruangan.

Setelah selesai dengan kegiatannya di toilet, Alya menghela napas lega.
Ia mengusap perutnya yang masih terasa sedikit sakit tapi lebih mending dari sebelum ia melepas hajatnya.

Diare.
Ia tahu gejala seperti ini.
Apa karena pizza semalam?
Sepertinya begitu.

Aih, kegiatannya hari ini benar-benar jadi terganggu.

Alya pun keluar dari toilet untuk kembali bergabung bersama rekannya.

---------

"Alya, kayanya kamu udah parah banget deh. Saya saranin kamu temuin Dr. Tania sekarang juga."
Ucap Dr. Welmy saat ia melihat Alya selesai dari toilet untuk ke 7 kalinya pagi ini.

Alya mengangguk lemas lalu ia berjalan berbalik meninggalkan Dr. Welmy yang sempat menghalanginya berjalan kearah ruang rawat inap lantai 3.

Tunggu!
Apa katanya tadi?
Dokter Tania?
Lagi-lagi, Alya hanya bisa pasrah menerima nasibnya.
Ia berjalan menuju ruang praktek saudara tirinya dan akan meminta bantuan untuk perutnya yang semakin merajalela.

Setelah diperiksa, Tania duduk dikursinya diikuti Alya. Mereka duduk berhadapan.

"Lambung kamu bener-bener terluka akibat jam makan yang gak teratur. Semalem kamu maksa makan banyak ya?"
Tanya Tania.

Alya mengangguk. "Aku sengaja makan malam banyak karena takut asam lambung naik di pagi hari. Kamu kan tahu hari ini aku mulai magang."

Tania tersenyum. "Ngapain sih kamu pake ikut magang begitu? Mereka kan udah tahu bakat kamu. Kamu juga pernah dapat penghargaan kan jadi dokter magang asisten bedah?"

"Tapi kan beda. Kemarin magang untuk kuliah. Sekarang untuk ambil posisi dokter junior disini."

"Kamu kan memang udah terhitung dokter junior disini."

"Beda. Aku ngerasa harus mulai dari nol semuanya. Dari kecil, hidup aku tidak pernah diwarnai dengan perjuangan."

Tania menggeleng tidak mengerti maksud ucapan Alya. Ia hanya menulis resep untuk obat Alya.

"Mengenai Mamah, jangan terlalu dimasukin hati. Dulu dia tidak seperti itu. Sejak Papah selingkuh, Mamah jadi berubah. Dan aku tidak bisa memaksa kehendaknya." Ucap Tania sambil menyerahkan resepnya.

Alya mengangguk mengerti. Ia bersyukur Tania tidaklah berjenis sama dengan sifat Donita.

"Thanks, buat resepnya."

Tania terkekeh. "Kamu itu dokter. Meski kamu dokter spesialis bedah, harusnya tahu masalah penyakit sendiri. Jaga kesehatan itu lebih penting dari apapun."

Alya mengangguk menyetujui ucapan Tania.
"Tania."

"Ya?"

"Mungkin hubungan kita memang tidak terlalu baik, karena orangtua kita. Tapi, aku tidak mau membuatnya jadi penghalang."

"Alya, tanpa kamu bilang, aku sudah memikirkannya. Tapi maaf, aku gak bisa deket sama kamu. Aku lebih menyayangi Mamah dalam hal ini."

Alya mengangguk mengerti. "Aku mengerti."

STILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang