🌼Bagian 3🌼

296 20 0
                                    

🍁🍁🍁

"Sayang, udah siap belum?!" teriak seorang wanita yang sedang duduk gelisah di ruang tamu, "Kamu sudah siap belum, Mas?!" teriaknya, lagi.

"Sebentar lagi!" saut sang Suami dari arah kamar.

Wanita itu berdecak kesal. Sungguh menunggu adalah hal yang paling menyebalkan, "Kalian kok lama banget, sih?! Mama aja yang perempuan gak selama itu dandannya!"

Mengapa sekarang keadaannya jadi terbalik. Seharusnya perempuanlah yang ditunggu oleh laki-laki, bukan malah sebaliknya. Aneh memang.

****

Seorang gadis tampak masih nyaman dengan posisinya. Rebahan santai di kasur kesayangan miliknya sambil memainkan ponsel. Ia tidak perduli dengan teriakan Ibunya di bawah sana.

Ceklek

"Loh, kamu belum siap-siap, Cha?" tanya Dewi saat melihat Ailah yang masih tiduran di kasur. Memakai baju piyama, dan rambut acak-acakan. Jangan bilang kalo Ailah juga belum mandi.

Dewi duduk. Menatap putrinya lekat. Ailah memang nampak sedang memegang ponsel, tapi pikirannya entah kemana.

"Cha?" Dewi menyentuh pundak Ailah pelan.

Ailah mengangkat wajahnya, "Ha? kenapa, Bun?"

Dewi mengambil alih ponsel yang di pegang oleh Ailah. Ia menatap sebuah foto itu, foto Ailah dan keluarganya. Oh, jadi sedari tadi Ailah memegang ponsel hanya untuk memandangi foto itu.

Dewi mengelus puncak kepala Ailah. "Sayang, kamu tenang aja, walaupun kamu sudah menikah kamu masih bisa kok main ke sini, nginap disini."

Tidak bisa Ailah pungkiri bahwa yang dikatakan Dewi memang benar. Ailah takut jika ia menikah nanti ia akan berpisah dengan keluarganya, dan ia belum siap untuk itu.

Dewi memang seorang ibu yang peka terhadap anaknya. Tapi yang Ailah takutkan bukan hanya itu. Mungkin untuk yang satu ini Dewi tidak mengerti bagaimana perasaan Ailah. Ailah trauma.

Apa ia harus memberitahukannya?

Ailah mendudukkan dirinya menghadap Dewi. Matanya sudah berkaca-kaca, "Bun, Icha gak mau nikah. Laki-laki itu jahat, Bun. Laki-laki itu egois. Icha gak mau jatuh lagi."

Dewi mematung. Ternyata Ailah masih mengingat kejadian itu. Mengapa ia sampai tidak peka pada perasaan anaknya sendiri? Ailah masih trauma.

Dewi memeluk putrinya, "Sayang, kamu harus tau semua laki-laki itu tidak sama, mereka berbeda. Jangan hanya karena satu laki-laki yang membuat kamu sakit kamu anggap semuanya sama. Itu salah."

Ailah menatap wajah Dewi dengan berurai air mata, " Tapi semua laki-laki emang gitu, Bun. Ucapannya manis, dan janjinya banyak. Tapi seringkali juga mereka ingkar."

Dewi memegang kedua bahu Ailah. Menatap wajah anaknya meyakinkan, "Bunda yakin kali ini gak, karena pilihan Bunda sama Ayah gak mungkin salah. Orang tua itu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Kamu harus yakin dengan kata-kata itu."

Ailah mengangguk walaupun tampak ragu, "Bunda tinggal, ya. Kamu siap-siap nanti turun."

Ailah menatap kepergian bundanya bersamaan dengan pintu yang perlahan tertutup. Ia menatap kosong ke arah pintu itu.

AILAH(END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang