☘️☘️☘️
"Din, gue perlu bicara sama lo." Dini yang sedang berbicara dengan teman-temannya menoleh. Menatap Ailah malas.
"Bicara apa lagi?" tanyanya sinis.
"Soal omongan lo di kantin tadi."
"Gue gak ada waktu," jawab Dini acuh. Ia kembali duduk membelakangi Ailah. Ailah yang melihat itu menghela nafas pelan, lalu berjalan lebih mendekat pada Dini.
"Din, gue butuh penjelasan dari lo. Cuma penjelasan dari lo yang bisa ngubah kehidupan gue kedepannya, dan cuma penjelasan dari lo yang bisa buat keluarga gue gak salah paham lagi. Please!" Ailah menatap Dini memohon. Ia rela menghilangkan rasa gengsinya pada Dini demi keluarganya. Apapun akan ia lakukan asalkan keluarganya kembali mempercayainya.
Anggia dan Sila tampak terkejut mendengar perkataan Ailah. Selanjutnya Anggia menatap Dini seksama, "Penjelasan apa, Din?"
"Penjelasan kalo sebenernya bukan gue yang bun ......"
"Stop ya, Cha!! Lo gak usah maksa gue buat ngejelasin semua itu. Gue gak tau apa-apa!" sentak Dini.
Ailah mendekat, menatap Dini dengan tajam, "Licik," desisnya, "gue denger sendiri lo ngomong sama Rey di kantin! Mau alasan apa lagi?! Lo emang cewek yang gak punya hati!"
Ailah beralih menatap Anggia dan Sila, "Nggi, Sil. Kalo kalian mau tau yang sebenarnya, tanya sama dia." Setelah mengucapkan itu Ailah kembali ke tempat duduknya. Ia duduk dengan menahan marah di dalam hatinya.
Tidak lama dari itu Arkan datang, berjalan menuju tempat duduknya sambil menatap Ailah, "Kenapa, Cha?" tanyanya khawatir.
Ailah mengusap wajahnya kasar, "Gak apa-apa," gumamnya.
"Kalo gak apa-apa kenapa nangis, hm? Siapa yang udah buat lo nangis? Cewek itu lagi?" tepat di kata terakhir Arkan menatap Dini dengan ekor matanya. Sekarang ia benar-benar sudah benci dengan perempuan itu.
Ailah menatap wajah Arkan. Seperti mengingat sesuatu ia langsung membuka tas ranselnya, "Sini deketan, aku obatin dulu muka kamu." Arkan mengangguk, lalu menuruti permintaan Ailah dengan mendekatkan wajahnya.
Ailah meringis saat menatap wajah Arkan yang penuh dengan luka lebam. Pasti Arkan sangat kesakitan, "Ya Allah. Ini pasti sakit, ya?" dengan bodohnya Ailah masih bertanya.
Luka mana yang tidak sakit? Semua luka pasti menyakitkan, ya, kan? Apalagi luka karena dia. Eh, canda dia.
Arkan mengangguk, mengulas senyum sambil menatap wajah panik perempuan di depannya, "Makanya, apa-apa itu jangan gampang emosi, kan jadi berantem sekarang. Lagian semuanya bisa kita bicarain baik-baik," Ailah mengomel, disertai dengan tangannya yang masih mengobati wajah Arkan.
Arkan meringis pelan saat merasa Ailah menekan luka pada wajahnya cukup kuat, "Kalo sama orang kaya gitu gak perlu pake mulut ngomongnya, tapi pake tangan. Kalo perlu pake kaki sekalian," balas Arkan.
Ailah mendelik kesal. Dari dulu berbicara dengan Arkan memang seperti ini. Setiap kali dinasehati baik-baik ada saja jawabannya.
"Aku serius, Al. Lain kali kamu jangan kaya gini lagi. Aku gak mau kejadian kaya dulu keulang lagi." kali ini Arkan mengangguk serius. Ia tahu Ailah sangat serius dengan perkataannya. Sepertinya Ailah sangat takut jika kejadian waktu itu terulang lagi.
"Aku janji, ini yang terakhir."
****
"Assalamua'alaikum, Bang Abid!" Ailah berjalan menyusuri rumah sambil memanggil-manggil nama Abid. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AILAH(END)✅
Teen FictionSIAPKAN DIRI SEBELUM MEMBACA!! BOLEH KASIH KRISAR, TAPI YANG SOPAN! *** "Kak Nanda harus kuat. Ikhlasin tante, tante pasti udah bahagia disana" "Lo pernah kan ngerasain diposisi gue?" "Berenti sok nasehatin! Seharusnya lo ngerti keadaan gue, kare...