🌺Bagian 36🌺

103 8 0
                                    

🍂🍂🍂

"Untuk Icha, putri kecil Ayah." Ailah tersenyum sambil membaca bagian paling atas surat itu. Di sampingnya sudah ada Arkan. 

Mereka berdua sekarang sedang duduk di atas ruftoof sekolahan. Mereka lebih memilih pergi ke sini dari pada kembali ke kelas. Lagi pula tidak lama lagi bel pulang sekolah akan berbunyi.

Untuk Icha, putri kecil Ayah

Maaf, akhir-akhir ini Ayah sering sekali marah-marah sama kamu, Cha. Sering bentak kamu, dan juga sering kali memaksakan diri kamu atas kemauan Ayah tanpa memikirkan perasaan kamu.

Ayah gak nyangka ternyata putri kecil Ayah sekarang sudah besar. Bahkan sekarang putri kecil Ayah sudah mau menikah.

Ayah tau, kamu pasti kecewa dengan keputusan yang sudah Ayah buat. Tapi, Ayah tidak bisa membatalkan semua ini, Cha. Karena sebagai laki-laki Ayah tidak mungkin menghianati perkataan Ayah sendiri. Karena laki-laki itu yang di pegang adalah omongannya.

Ayah paham, pasti kamu bertanya-tanya alasan Ayah melakukan ini, kan? Kamu tenang, Cha. Di sini Ayah akan jelasin semuanya. Ayah harap kamu mengerti dan gak marah sama siapa pun setelah membaca tulisan ini.

Alasannya kembali ke masa lima tahun yang lalu. Di mana ......

Wajah Ailah seketika berkerut, "Al, kok tulisannya jadi gini?" tanyanya panik.

Arkan ikut menatap kertas yang berada di tangan Ailah. Mengambil alih kertas itu, "Asli, Cha. Ini beneran gak kebaca, tintanya luntur."

Dengan cepat Ailah kembali menarik kertas itu. Menyipitkan matanya agar bisa melihat tulisan itu. Matanya kian memerah saat merasa ketidakmungkinan untuk ia bisa membaca surat itu lagi. Tulisan itu benar-benar tidak jelas. Hanya tinta berwarna hitam yang berantakanlah yang menghiasi kertas putih itu.

"Ya Allah. Bahkan aku belum baca setengah dari tulisan ini. Ini pasti penting," lirih Ailah, "seharusnya tadi lo jemur kertasnya, Cha. Bukan malah dimasukin ke saku baju. Bodoh!" lanjutnya menyalahkan diri sendiri.

Arkan menatap Ailah sedih. Benar, pasti lanjutan dari tulisan itu sangat penting. Tapi, apa yang harus Arkan lakukan? Ia bingung.

Ailah menangis sambil memeluk kertas yang basah itu. Merasa kesal dengan dirinya sendiri, "Ayah, maaf. Aku gak bisa baca semua surat dari Ayah. Ini emang salah aku."

"Cha, udah jangan sedih. Pasti ada cara lain supaya kamu bisa tau alasan kenapa kamu di jodohin," ucap Arkan menenangkan.

"Caranya gimana, Al?"

"Ya, kamu bisa tanya sama Nanda atau gak orang tuanya. Siapa tau mereka tau alasannya."

Ailah seketika menoleh ke arah Arkan. Menganggukkan kepalanya karena merasa perkataan Arkan benar adanya, "Bener, kenapa aku gak kepikiran, ya?"

Arkan langsung mendorong kepala Ailah pelan, "Makanya, jangan dikit-dikit nangis. Cengeng," ejek Arkan.

Ailah tersenyum malu, " Ya, mau gimana lagi? Nih mata kaya kena bawang merah, bawaannya pen nangis mulu."

Arkan menatap Ailah malas, "Alasan, makanya apa-apa itu cari jalan keluar dulu, jangan langsung nangis. Emang nangis bisa nyelesain masalah?"

Ailah menggelengkan kepalanya, "Gak, sih. Tapi, seenggaknya dengan nangis bisa bikin hati lega."

"Ngejawab aja. Ya udah, yuk pulang."

****

"Ekhm." Ailah berdehem. Mencoba mencairkan suasana rumah yang terasa sangat sunyi.

AILAH(END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang