🌺Bagian 33🌺

107 11 0
                                    

🍂🍂🍂

"Lo mau ngomong apa, Rey?" tanya Ailah sambil menyeruput jus alpukat miliknya.

"Kabar lo gimana, Cha? Lo gak apa-apa, kan? Gue khawatir sama lo soalnya dari kemarin gue gak ngeliat lo di sekolah." Reynand bertanya sambil memandang Ailah panik.

Ailah memutar mata jengah, "Jadi, cuma ini yang mau lo tanya sama gue?" Reynand spontan menganggukkan kepalanya.

Ailah menarik nafas dalam. Merasa sedikit kesal pada Reynand. Ia kira apa yang akan di bicarakan oleh Reynand kepadanya sangat penting sampai-sampai Arkan yang mengajaknya ke kantin saja ia tolak, "Gue gak apa-apa, Rey."

Ailah berdiri. Mengambil sesuatu dari saku seragamnya, "Gue mau ke kelas dulu. Lo tolong bayarin punya gue, ya. Ini uangnya." Setelah memberikan uang kepada Reynand, ia langsung pergi menuju kelasnya.

Reynand terdiam. Memandang lipatan uang berwarna hijau di atas meja, "kertas," gumamnya.

Di dalam lipatan uang itu ada kertas kecil. Reynand tersenyum sambil meraih kertas itu, "Apa Icha ngasih gue surat? Surat cinta?" tebaknya sambil terkekeh pelan.

Dengan cepat ia membuka lipatan kertas itu. Membacanya dengan wajah serius.

Sedetik kemudian raut wajah Reynand berubah derastis. Tatapan matanya menjadi tajam. Kedua tangannya mengepal dengan kuat.

Reynand bangkit dari duduknya dengan kasar. Ia menjadi pusat perhatian di kantin ini. Seperti tidak perduli dengan tatapan orang-orang, ia langsung berjalan dengan langkah lebar menuju ke kelasnya.

Kertas tadi masih ia genggam dengan tangan kananya. Mungkin sekarang kertas itu sudah remuk dan lusuh. Kemudia gumpalan kertas itu ia lempar ke dalam tong sampah. Lalu masuk ke kelas dengan perasaan marah.

****

"Ar, lo bisa anterin gue pulang, gak? Soalnya temen-temen gue udah pada pulang duluan," ucap Dini pelan. Ia memandang Ailah yang berada di samping Arkan dengan sinis.

"Sorry, Din. Gue pulang bareng Icha," tolak Arkan. Dini seketika cemberut. Ia memandang Ailah semakin tak suka.

"Kita duluan, Din," ucap Arkan lagi. Dini hanya mengangguk pelan dengan senyum yang ia paksakan.

"Bentar, Al," cegah Ailah. Ia mengacak-acak isi tasnya, seperti sedang mencari sesuatu.

Arkan yang baru saja akan masuk ke dalam mobil terhenti. Berjalan mendekat ke arah Ailah dengan wajah berkerut, "Kenapa lagi, Cha? Ada yang ketinggalan?"

"Iya, Al. Di mana sih?" ucapnya sambil mencari sesuatu dari dalam tasnya.

"Emang kamu cari apa sih, Cha?" tanya Arkan lagi.

Dini yang masih berada di dekat situ mendelik kesal. Merasa tidak suka dengan kedekatan Ailah dengan Arkan, "Mereka sedekat itu apa? Sampai-sampai panggilnya pake aku kamu segala. Sok akrab banget padahal baru tiga hari kenal," cibir Dini.

"Gak ada, Al. Gimana, dong? Itu kertas penting banget buat aku," ucap Ailah yang hampir menangis.

Arkan yang melihat itu ikut-ikutan panik, "Emang kertas apa sih, Cha? Isinya apa? Coba kamu cari lagi yang bener."

"Kertas itu aku ambil dari kamar orang tua aku kemarin, Al. Dan aku juga gak tau isinya apa karena aku belum sempat baca. Tapi satu yang aku tau, kalo surat itu di tujukan emang untuk aku, dari Ayah."

"Udah, kamu tenang, ya. Kamu inget-inget dulu terakhir kamu simpan surat itu di mana?" ucap Arkan. Ia berusaha menengakan Ailah yang tampak panik. Sepertinya kertas itu memang sangat penting. Jika tidak, mengapa Ailah bisa sepanik ini?

AILAH(END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang