🌺Bagian 32🌺

104 10 0
                                    

🍂🍂🍂

"Assalamua'alaikum, Tante. Sore." Arkan berdiri menyalami punggung tangan Diana_Ibu Dini.

"Waalaikumussalam, sore." Diana ikut duduk, menatap Arkan heran,"Ini siapa, Din?"

Dini tersenyum, "Ini Arkan, Ma. Dia temen sekelasnya Dini."

"Terus kenapa wajahnya memar gitu?" tanya Diana lagi.

"Tadi Arkan di keroyok orang gila, Ma. Makanya jadi kaya gini."

Diana menatap Dini serius, "Orang gila? Kok bisa, sih?" tanyanya tak percaya.

Dini hanya mengangkat kedua bahunya, "Ya, gak tau."

"Ya udah, sekarang buruan kamu obatin Arkan. Kasian mukanya jadi memar kaya gitu."

"Iya, ini lagi mau di obatin kok, Ma."

"Kalian lanjut ngobrolnya, ya. Tante mau ke dalem dulu." Arkan dan Dini serentak mengangguk.

Langkah Diana seketika terhenti saat ia mengingat sesuatu, "Din, mobil kamu mana?"

Dini gelagapan. Menatap Ibunya takut, "T-tadi Dini tinggal, Ma. Tapi, Dini janji kok bakalan balik lagi ke sana buat ambil mobil itu. Mama jangan marah, ya?"

"Iya, gak apa-apa. Asal jangan lupa kamu," ucap Diana. Lalu ia kembali melanjutkan langkahnya.

Dini menghela nafas lega. Merasa tenang karena Ibunya tidak marah seperti biasa. Ia kembali menghadap Arkan untuk mengobati luka di wajah laki-laki itu.

"Jadi, tadi lo bawa mobil?" tanya Arkan.

"Iya, kenapa emang?" tanya Dini. Tapi tangan dan matanya masih tetap fokus pada wajah Arkan.

"Kenapa lo gak ngomong sama gue? Lo gak perlu lagian ninggalin mobil lo demi gue. Kalo lo sampe di marah sama orang tua lo gimana?"

Tangan Dini seketika berhenti. Ia menatap wajah Arkan dengan tersenyum lebar, 'Lo emang peduli sama gue atau apa, Ar? Kok gue jadi baper gini,' batin Dini.

Arkan memandang aneh Dini. Kemudian melambai-lambaikan tangannya di depan wajah perempuan itu, "Din, lo denger 'kan gue ngomong apa?"

Dini seketika tersadar. Ia langsung mengubah posisinya mengadap ke depan, "Iya, lagian lo liat sendiri 'kan kalo Mama gue gak marah sama gue?Ya udah, gak usah di pikirin."

Arkan mengangguk, "Ok, sekarang gue harus pulang. Bilang juga sama nyokap lo. Sekali lagi makasih untuk bantuannya."

"Iya, hati-hati," ucap Dini. Ia memandang punggung Arkan sambil tersenyum senang, "Ada untungnya juga gue keluar tadi."

****

Pukul 07:15, Ailah baru saja sampai di depan kelasnya, tidak seperti biasa. Entah mengapa hari ini ia malas sekali ke sekolah, apalagi ada Arkan yang duduk di depannya.

Baru saja beberapa langkah kakinya berjalan untuk masuk ke dalam kelas. Tapi, terhenti saat matanya menatap Arkan yang sedang berbicara dengan Dini yang duduk di bangkunya.

Keduanya tampak asik dengan pembicaraan itu. Sampai-sampai mereka tertawa bersama. Sedekat itukah mereka sekarang?

"Ekhm." Ailah berdehem. Berdiri di samping tempat duduknya yang di duduki Dini.

"Minggir dong, Din. Gue mau duduk," ucap Ailah datar. Matanya sekilas menatap Arkan, 'Muka kamu kenapa, Al?' Bukan, bukan Ailah yang berbicara, tapi hatinya.

Dini memutar mata malas, "Lo gak liat gue lagi ngobrol sama Arkan? Pinjem dulu lah sebentar bangku lo."

Ailah menghela nafas pelan. Ok, sebaiknya ia sabar menghadapi perempuan ini, "Gue mau duduk. Kalo lo masih mau ngobrol pindah tempat duduk sana."

AILAH(END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang