🌺Bagian 24🌺

122 11 0
                                    

🍂🍂🍂

Ailah sekarang sudah berada di dalam taksi. Ia menangis sejadi-jadinya. Bukan, bukan karena kepalanya yang luka akibat benturan itu. Bahkan ia tidak perduli dengan kepalanya yang terus mengeluarkan darah. Di sini, hatinya lebih sakit dari sekedar luka di kepalanya.

Lagi dan lagi Ailah menyalahkan waktu. Mengapa harus sekarang? Dulu, di saat ia sangat mengharapkan kedatangan Alex, tapi Alex sama sekali tidak datang.

Sekarang, di saat ia sudah melupakan semuanya Alex kembali datang dan mengacaukannya. Alex berhasil memporak-porandakan hatinya. Alex berhasil membuat hatinya kembali hancur.

Mengapa waktu seolah-olah mempermainkan perasaanya?

Setelah memberikan uang ke pada supir taxi Ailah langsung berlari menuju rumahnya. Rasanya ia ingin sekali cepat-cepat sampai ke kamarnya. Ia ingin menenangkan diri di sana. Menumpahkan segala kesedihannya.

Ailah sedikit berlari menaiki anak tangga. Tanpa ia sadari ada Abyan yang sedang berdiri di ujung tangga. Pergerakannya terhenti saat Abyan tiba-tiba mencekal tangannya.

Ailah mengangkat kepalanya yang semula tertunduk, "Kenapa?" tanyanya dingin.

Raut wajah Abyan seketika berubah saat matanya menatap cairan berwarna merah di dahi Ailah.
Tangannya terulur untuk mengusap dahi Ailah yang berdarah.

"Ini kenapa?" Abyan ikut bertanya sambil menatap wajah Ailah intens.

Tangan Abyan langsung di tepis kasar oleh Ailah. Matanya yang sembab menatap tajam Abyan sambil tertawa hambar, "Emang kamu peduli? Bukan urusan kamu juga, kan? Jadi kamu gak perlu repot-repot nanya keadaan aku." Setelahnya ia langsung berlalu meninggalkan Abyan yang tak bergeming di tempat.

****

"CHA, BUKAK PINTUNYA! AKU TAU KAMU ADA DI DALEM!"

"AKU MAU NGOMONG SAMA KAMU, CHA! BUKA PINTUNYA! KAMU JANGAN COBA-COBA BOHONGIN AKU, AKU TAU INI RUMAH KAMU! AKU BUKAN ORANG YANG BODOH! SEKARANG BUKA PINTUNYA!!"

Ailah sontak mendudukkan dirinya. Dahinya berkerut. Siapa yang berteriak memanggil-manggil namanya?

Karena rasa penasarannya, ia langsung bangkit dan berjalan menuju depan rumah. Ingin memastikan siapa yang sedari tadi berteriak sambil memanggil namanya.

Sesampainya di depan rumah Ailah membelalakkan matanya. Mulutnya terbuka lebar. Sedetik kemudian tawa itu pecah. Ia tertawa sembari memegangi perutnya yang terasa sakit.

"Cha." Ailah seketika bungkam. Wajahnya kembali ia pasang sedatar mungkin.

"Ngapain lo teriak-teriak di depan rumah orang?" tanyanya sinis. Kedua tangannya ia lipat di depan dada.

Alex menatap bergantian antara rumah di depannya dengan Ailah. Persis seperti orang bodoh, "Ini rumah kamu, kan?"

Sebisa mungkin Ailah menahan dirinya agar tidak kelepasan tertawa. Walau bagaimanapun ia masih marah dengan Alex. Jadi ia tidak boleh menunjukkan tawanya di depan Alex.

Sebelum menjawab pertanyaan Alex, Ailah berdehem untuk menetralkan ekspresinya, "Sok tau, itu bukan rumah gue. Untung aja gak ada orangnya, kalo ada orangnya habis lo."

Alex tiba-tiba tersenyum, membuat Ailah mengerutkan dahinya, "Ternyata kamu masih peduli sama aku." Alex mulai berjalan mendekati Ailah.

"Gue bukannya peduli, gue cuma gak mau gue keganggu karena denger suara lo, berisik! Eh, lo ngapain masuk? Siapa yang nyuruh lo masuk? Keluar sana!" Ailah bersikuat mendorong tubuh Alex agar segera menjauh dari hadapannya.
Tapi percuma, karena tenaga Ailah tidak sekuat itu.

AILAH(END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang