🌺Bagian 22🌺

126 12 0
                                    

#
Bahagia? Haha, bahkan aku lupa definisi bahagia itu seperti apa, karena sampai saat ini aku belum bisa mencapainya.

_Ailah.V.P_

🍂🍂🍂

Ailah sekarang sedang duduk di sebuah kursi yang tidak jauh dari Cafe. Ia menunduk, menatap kedua kakinya yang sengaja ia ayunkan.

Matanya masih memerah akibat menangis tadi. Lebih baik ia menunggu di sini saja. Dengan begitu, jika Abyan sudah pulang nanti ia bisa melihatnya dari sini.

Tiba-tiba sebuah tangan terulur begitu saja di depan wajahnya. Tidak lupa dengan selembar tisu.
Ailah menatap lama tisu itu.
Selanjutnya ia menghela nafas pelan.

"Lo gak perlu ngasih gue tisu, Rey. Percuma, itu gak akan bisa buat air mata gue kering dan gak tumpah lagi. Mungkin gue emang udah di takdirkan untuk hidup seperti ini. Selalu diabaikan dan disalahkan." Ailah masih menunduk. Enggan mengambil tisu itu. Matanya kembali berkaca-kaca.

Selembar tisu itu kini sudah terganti dengan selembar kertas. Ailah kembali menatapnya. Di kertas itu terdapat beberapa kata.

"Gue bukan Rey." Ailah mengeja tulisan pada kertas yang berada di depan wajahnya.

Matanya seketika membulat. Jika orang di depannya bukan Reynand, lalu siapa? Oh, astaga! Apa yang sudah Ailah katakan tadi. Bahkam secara tidak sengaja ia sudah menceritakan tentang masalah hidupnya kepada orang ini.

Ailah langsung menegakkan kepalanya. Ia ingin mengetahui siapa orang yang tengah berdiri di depannya ini.

"Lo ngapain di sini? Lo ngikutin gue?" Ailah langsung berdiri dari duduknya. Ia menatap nyalang seorang laki-laki di depannya. Laki-laki yang sempat bertabrakan dengannya beberapa jam yang lalu.

Laki-laki itu hanya diam di tempat. Tidak membuka suara sedikit pun. Ailah jadi berpikiran bahwa laki-laki di depannya ini bisu. Terbukti saat dia berbicara lewat perantara selembar kertas dan pena.

Ailah hanya cemberut menatap laki-laki itu. Sekarang ia seperti sedang berbicara dengan patung.

Tanpa aba-aba laki-laki tadi langsung menarik pergelangan tangan Ailah.

Ailah semoat berontak. Ia menarik-narik tangannya sekuat tenaga, "Lepasin gue! Lo mau bawa gue kemana? Tolong!"

Ailah menatap Cafe yang mulai menjauh darinya. Ralat, bukan Cafe yang menjauh darinya. Tapi Ailah yang semakin menjauh karena ditarik oleh laki-laki itu.

Jika seperti ini, bagaimana caranya ia bisa mengawasi Abyan dan Siska? "Lo mau bawa gue kemana? Tolong lepasin gue. Gue masih pengen hidup." Ailah menatap laki-laki itu dengan tatapan memohon.

"Masuk! Atau lo mau gue bunuh sekarang juga?" Ailah menelan ludahnya secara kasar. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya kuat.

Tidak ada pilihan lain selain menuruti perintah laki-laki ini. Ia masih ingin hidup.

Perlahan ia mulai masuk ke dalam mobil. Ia menatap laki-laki itu yang mulai berjalan lagi ke arah Cafe, "Mau ngapain dia ke sana?" tanyanya entah pada siapa.

Pandangan Ailah terhenti pada dua orang yang tengah duduk di Cafe itu.
Matanya menatap kesal. Abyan benar-benar tidak perduli padanya. Seharusnya saat ia pergi tadi Abyan menyusulnya, bukan malah duduk dengan tenang di sana bersama Siska.

"Kamu jahat banget, Kak. Segitunya kamu benci sama aku, padahal kan semua itu gak sepenuhnya salah aku." Ailah menatap Abyan dan Siska dari dalam mobil. Mereka tampak begitu seru berbincang-bincang di sana sambil tertawa.

AILAH(END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang