🍂🍂🍂
"Udah, Al. Turunin aku, aku bisa jalan sendiri," protes Ailah. Sedari tadi ia mencoba berontak agar Arkan segera menurunkannya. Tapi, bukannya diturunkan Arkan malah semakin erat menggendongnya agar ia tidak bisa turun.
Jantung Ailah bahkan serasa ingin lepas. Ia takut jika di dalam rumah nanti ada Abyan. Pasti laki-laki itu akan marah padanya. Ailah tidak mau ada keributan lagi.
"Al, please. Turunin aku," pintanya lagi.
Arkan tetap kekeh. Ia terus berjalan menuju rumah Ailah, "Kaki kamu lagi sakit, entar kalo tambah sakit gimana? Aku gak mau kamu kenapa-napa, Cha."
Arkan mendorong pintu rumah Ailah dengan kaki kanannya, lalu langsung masuk ke dalam rumah begitu saja. Bi Siti yang tadinya berada di dapur kini langsung berlari keluar saat mendengar suara pintu, "Non Icha kenapa?" tanyanya panik.
Ailah menggeleng, "Gak apa-apa, Bi. Udah, Al. Turunin, ih!"
Seperti tidak perduli dengan ucapan Ailah. Arkan malah beralih menatap Bi Siti, "Bi, kamar dia di mana?"
Bi Siti terdiam. Merasa bimbang harus memberitahukannya atau tetap diam. Di dalam rumah ada Abyan, ia takut jika Ailah bertengkar lagi dengan Abyan gara-gara masalah ini.
"Bi, di mana?" tanya Arkan lagi.
"Siapa, Bi?"
Ailah seketika membulatkan matanya. Spontan menggigit lengan Arkan dengan keras. Arkan meringis, lalu tanpa sengaja menjatuhkan tubuh Ailah hingga menyentuh lantai.
Ailah meringis saat merasakan badannya yang terasa sakit, sedangkan Abyan malah dengan santai berjalan menghampirinya. Tanpa mengkhawatirkan keadaannya.
"Siapa?" tanya Abyan. Menatap bergantian antara Arkan dan Ailah.
Arkan tersenyum canggung, lalu mengulurkan tangannya di depan Abyan, "Gue, Al. Temen Icha."
Abyan hanya mengangguk. Tidak memperkenalkan dirinya, atau hanya sekedar membalas uluran tangan Arkan. Selanjutnya Abyan langsung melengos pergi menuju kamarnya tanpa memperdulikan kedua orang yang sedang menatapnya.
Ailah yang masih terduduk di lantai menatap Abyan kesal. Bukannya ditolong malah ditinggalkan.
Abyan benar-benar tidak punya hati!"Al, bantuin gue dong." Ailah menatap Arkan dengan wajah sedih.
Arkan tersadar. Kepalan tangannya perlahan melonggar. Sebisa mungkin ia harus menahan diri agar tidak tersulut emosi. Ia berjongkok untuk membantu Ailah berdiri, lalu mendudukkannya di sofa.
"Apa perlu aku nginep di sini biar ada yang ngurus kamu?" tanya Arkan dingin.
Ailah menelan ludahnya kasar. Apa Arkan marah padanya?
"Suami macam apa dia? Yang aku liat dia sama sekali gak peduli sama kamu. Masih mau kamu pertahanin laki-laki kaya gitu?" tanya Arkan lagi.
Ailah hanya diam. Tidak berani menjawab pertanyaan Arkan. Arkan itu termasuk orang yang jarang sekali marah. Tapi, jika Arkan sudah marah seperti ini maka ia tidak akan berani lagi untuk menjawab, apalagi menyangkalnya.
Arkan kembali berjongkok. Perlahan melepaskan sepatu yang terpasang di kedua kaki Ailah.
Ailah menggeleng. Mencoba menghentikan gerakan Arkan yang ingin melepas sepatunya, "Biar aku aja, Al. Kamu mending pulang." Ailah berucap pelan sambil menundukkan kepalanya. Merasa tidak enak hati dengan Arkan.
"Aku mau obatin kaki kamu dulu, habis itu baru pulang," ucap Arkan lagi. Selanjutnya ia kembali melepas sepatu Ailah.
Ailah tersenyum tipis. Tangan kanannya memegang bahu Arkan, "Al, aku gak apa-apa. Bi Siti itu udah kaya Bunda di sini. Selama ini dia yang selalu ngurus aku. Jadi, kamu gak perlu khawatir kalo aku gak ada yang ngurusin."
KAMU SEDANG MEMBACA
AILAH(END)✅
Novela JuvenilSIAPKAN DIRI SEBELUM MEMBACA!! BOLEH KASIH KRISAR, TAPI YANG SOPAN! *** "Kak Nanda harus kuat. Ikhlasin tante, tante pasti udah bahagia disana" "Lo pernah kan ngerasain diposisi gue?" "Berenti sok nasehatin! Seharusnya lo ngerti keadaan gue, kare...