🌺Bagian 31🌺

108 10 0
                                    

🍂🍂🍂

Ailah menggeleng, "Aku serius, Al."

Arkan mengerutkan dahinya, "Terus, yang buat kamu di benci sama Bang Abid apa?"

Ailah tersenyum miris, "Semuanya cuma salah paham."

"Terus, kenapa kamu gak coba jelasin sama mereka?" begitu banyak pertanyaan yang ingin Arkan tanyakan pada Ailah. Semuanya terasa membingungkan.

Matanya ia pejamkan bersamaan dengan air mata yang menetes entah untuk keberapa kalinya, "Udah, aku udah jelasin semuanya. Tapi percuma, Al. Mereka sama sekali gak percaya sama aku. Aku ngerasa kalo aku udah gak punya siapa-siapa lagi, Al. Gak ada lagi yang peduli sama aku. Kamu lihat 'kan sikap Bang Abid tadi?" Arkan mengangguk, "Bisa dilihat 'kan betapa bencinya dia sama aku? Kadang aku ngerasa pengen ikut Bunda aja, Al. Rasanya gak ada gunanya aku hidup."

Arkan menatap Ailah tak suka. Perkataan Ailah membuat hatinya begitu tercubit. Beginikah kehidupan teman kecilnya sekarang?

"Kamu jangan ngomong gitu, Cha. Ini semua ujian dari Allah. Aku yakin kamu orang yang kuat, dan kamu pasti bisa melewati ini semua." Arkan mencoba menyemangati Ailah.

"Aku tau, Al. Setiap manusia pasti memiliki cobaan hidupnya masing-masing. Tapi, sekuat-kuatnya manusia pasti ada kalanya dia ngerasa drop dan ngerasa putus asa karena apa yang dia lakuin terasa percuma. Aku udah coba jelasin, dan aku selalu berusaha supaya mereka semua percaya sama aku. Tapi apa? Nihil, mereka tetap ngebenci aku."

Ailah menyeka air matanya, lalu tersenyum tipis, "Seseorang pernah bilang gini sama aku, Al. Kalo orang yang sayang sama aku mereka akan selalu percaya apapun yang terjadi. Mereka yang peduli juga gak akan buat mata ini menangis, apalagi menoreh luka. Tapi, jika keduanya mereka lakuin berarti rasa sayang dan perduli itu gak ada."

Tatapannya beralih menatap Arkan. "Dan mereka semua udah ngelakuin itu, Al. Berarti mereka gak sayang dan perduli sama aku, kan?"

Arkan menggeleng dengan cepat, merasa tidak setuju dengan pendapat Ailah, "Mereka bukannya gak sayang sama kamu, tapi mereka cuma perlu Waktu, Cha."

Ailah tertawa hambar, "Waktu? Sampai kapan, Al? Bisa kamu jelasin gak sama aku sampai kapan mereka giniin aku? Apa nunggu aku pergi dari dunia ini baru mereka percaya? Apa nunggu aku udah gak bernyawa mereka baru mau denger penjelasan aku? Ap ....."

"Cukup, Cha! Aku gak suka ya kamu ngomong gini!" bentak Arkan.

Ailah terperanjat. Matanya kembali mengeluarkan cairan bening. Ini kali pertama Arkan membentaknya setelah sekian lama mereka bersama. Apa Arkan juga membencinya?

Ailah menggelengkan kepalanya kuat. Deraian air mata itu semakin deras mengalir di wajahnya, "Aku pikir kamu beda sama mereka, Al. Aku pikir kamu akan jadi satu-satunya orang yang percaya sama aku di saat mereka semua benci sama aku. Tapi ternyata aku salah, kamu sama aja. Padahal dari dulu aku berharap kamu pulang, dan jadi satu-satunya orang yang berpihak sama aku. Lagi-lagi aku salah. Kamu, dan mereka semua sama."

Dengan cepat Ailah berlari. Menuruni anak tangga dengan buru-buru. Langkahnya terhenti di depan pintu kamar kedua orang tuanya. Tangisnya semakin menjadi saat ia menatap foto kedua orang tuanya.

Tangannya terulur untuk mengambil foto itu. Memeluk foto itu untuk mengurangi rasa rindu kepada orang tersayang, "Bun, Icha kangen kalian," ucapnya pilu, "Kenapa kalian secepat ini pergi?"

Ailah seketika terdiam. Tangannya merasakan sesuatu. Dengan cepat ia membalikkan foto yang ia genggam guna ingin melihat apa yang ada di belakang foto itu.

Sebuah kertas berwarna putih terselip di belakang foto itu. Wajah Ailah berkerut. Perlahan tangannya membuka lipatan kertas itu, "Ini siapa yang nulis?"

AILAH(END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang