Kau membelalak sejenak saat Lucas mengatakan hal itu. Mengetahui apa yang menjadi kebimbanganmu, kini ia berkata,
"Aku bisa menelepon keluargaku untuk membantuku."
Kau mengangguk segera lalu dengan berat hati meninggalkan Lucas yang masih kesulitan untuk bangun.
Kau keluar dari rumah Lucas seraya mendengus kasar. Semenjak kau mengenal Renjun rasanya duniamu berputar seratus delapan puluh derajat.
Ia bisa membuatmu simpati dengan kisah pilu yang selalu ia tuturkan. Namun beberapa saat kemudian ia bisa berubah menjadi manusia penuh emosi, menyakitimu, membentakmu secara kasar, bahkan memutar balikkan fakta seolah kamulah yang bersalah atas tindakannya padamu.
Hhh, Renjun sialan!
***
Sekuat tenaga kau berlari menuju jalan raya. Kau bertanya pada beberapa orang mengenai ciri-ciri Renjun. Untunglah beberapa diantara mereka mengetahui Renjun dan memberitahumu kemana ia pergi.
Hingga salah satu orang yang kau tanyai berkata,
"Kulihat orang itu tadinya akan menyebrang lewat zebra cross namun saat semua orang telah menyebrang ia justru berbalik. Kemudian ia berjalan kembali ke arah asalnya, kukira ia melupakan sesuatu tapi ia justru menyebrang jalan disaat lampu lalu lintas berwarna hijau untuk kendaraan bermotor." ujar laki-laki paruh baya itu seraya bergidik ngeri.
Kau memejamkan matamu sejenak lalu menghela nafas panjang. "Lalu?"
Kau jelas bertanya kelanjutan ceritanya karena Renjun jelas tidak mati ditabrak kendaraan bermotor. Jalan raya yang ramai itu aspalnya sama sekali tidak menunjukkan adanya tanda-tanda telah terjadi kecelakaan disana.
"Dia diam ditengah jalan, menunduk, seperti orang yang sedang depresi berat dan ingin mengakhiri hidupnya."
Sosok lelaki paruh baya dengan kacamata kotak yang bertengger di hidungnya itu nampak enggan melanjutkan ceritanya. Tetapi melihat ekspresimu yang antusias akhirnya ia tetap melanjutkan kesaksiannya.
"Aku sempat memanggilnya. Bagaimanapun juga aku ini seorang Ayah. Aku membayangkan bagaimana jadinya jika ia anakku, makanya kupanggil terus. Mobil dan motor sudah menklaksonnya, tapi ia tetap diam seperti orang tuli. Lalu..."
Pria di depanmu itu mengulum bibirnya masam. "...lalu ia menoleh padaku. Sesaat kemudian ia berjalan menuju trotoar di seberang sambil tertawa-tawa layaknya orang..."
"Gila?" tebakmu dan pria itu mengangguk.
"Ia sama sekali tak menghiraukan semua kendaraan yang, mungkin bisa membuatnya menjemput ajal saat itu juga. Ah, ya, aku ingat saat ia menoleh padaku itu wajahnya terlihat sembab dan masih ada air mata yang di pipinya."
Kau mengangguk paham. Saat kau akan menyebrang jalan, pria itu memegang pundakmu. Kau pun menoleh padanya.
"Ia terlihat menyedihkan, seperti mengalami cobaan yang begitu berat. Aku yakin kau adalah orang yang berharga untuknya karena kau berusaha mencarinya sampai seperti ini,"
Kau mengernyit tak paham. Ah, mungkin karena,
"Tolong bantu dia, ya. Jangan sampai ia membunuh dirinya sendiri. Buat dia kembali hidup dan tahu bahwa dunia ini terlalu indah untuk disia-siakan."
Kau tersenyum kecut mendengarnya. Lihatlah, bahkan orang yang baru pertama kali melihat Renjun langsung bersimpati padanya!
Daripada hidup, saat ini jauh di dalam lubuk hatimu, kau ingin Renjun mati saja agar ia tak perlu repot-repot menyakiti orang lain.
Tbc
(@´_`@)Maaf baru bisa up sore, soalnya tadi pagi masih di kereta, ini baru sampai rumah jadi baru sempet up.
Maaf ya sudah menunggu :")

KAMU SEDANG MEMBACA
ESCAPE | Huang Renjun
Fanfiction[COMPLETED] "Aku akan selalu bersamamu, Renjun." "Kau tak boleh bersamaku." "Mengapa?" "Hidupku, kau tahu kematian selalu mengikutiku." Dia kabur dan menghilang. Lalu bukankah 'dia' yang telah pergi tak akan pernah kembali? UPDATE SETIAP HARI SENIN...