Suara alarm memecah keheningan di pagi hari. Kau melenguh sejenak sebelum akhirnya mengulurkan tanganmu untuk menyentuh benda yang berbunyi nyaring itu.
06.30
Kau berusaha duduk seraya mengembalikan semua nyawamu yang berpencar saat tidur. Kebiasaanmu setelah bangun tidur adalah melihat kalender di nakas samping tempat tidurmu.
8 Mei.
Ulang tahunmu yang ke-27.
Kau mendengus, tak terasa sudah hampir tujuh tahun Renjun pergi. Kalian memang memutuskan untuk berpisah sejak hari itu dan ia pun tak pernah kembali. Sepertinya ia sangat bertekad untuk menjauh darimu.
Kau tidak tahu apakah ia sudah sembuh atau tidak. Namun yang kau tahu pasti adalah hatimu masih jatuh pada orang yang sama.
Baru beberapa bulan ini kau bekerja sebagai seorang psikolog di sebuah rumah sakit swasta setelah menyelesaikan studi dan beberapa perizinan serta sertifikat layak bekerja.
Banyak sekali pasien dengan berbagai keluhan yang berbeda meski kau baru bekerja beberapa bulan. Dari situ kau paham bahwa setiap manusia dilahirkan berbeda. Namun ada pula yang terbentuk karena kesalahan di masa lalu.
Seperti Renjun misalnya. Ia tak mungkin menjadi seperti itu jika Ibunya tak menyakitinya selama beberapa tahun.
"Soora, ayo sarapan." teriak Ayahmu di dapur.
Kau segera menyibak selimutmu dan berkata. "Iya."
Hidupmu sudah berubah. Ayahmu baik, pekerjaanmu lancar dan kau juga dikelilingi oleh teman-teman yang peduli terhadapmu hingga secara berangsur-angsur gangguan kecemasanmu hilang sendiri.
Tetapi Renjun...
Kau tak tahu bagaimana hidupnya.
Jujur kau merindukannya dan menginginkan ia kembali.
***
Kau tersenyum saat membaca pesan dari sahabatmu, Na Jaemin. Ia bercerita bahwa kekasihnya —sejak SMA mereka tak pernah putus— tiba-tiba marah karena Jaemin terpaksa membatalkan janji makan malam mereka karena harus bertemu klien.
Lalu pesan lain darinya muncul. Jaemin mengirim ucapan selamat ulang tahun padamu dan berjanji akan mengirimkan hadiahnya sesegera mungkin.
Lagi-lagi kau tersenyum membacanya. Kau memutuskan menjawab pesannya dengan cepat karena waktu luangmu terbatas. Setelah menjawab pesan Jaemin kau mendongak untuk melihat jam di dinding ruanganmu, sudah saatnya makan siang.
Sejujurnya kau ingin makan siang tepat waktu tetapi saat kau melihat berkasmu masih tersisa, kau memilih untuk menyelesaikannya terlebih dahulu. Sesaat setelah kau menyentuh berkasmu, seseorang membuka pintu ruanganmu.
"Tidak makan siang?" tanya rekan kerjamu, Haechan.
Kalian bekerja di tempat yang sama. Meski begitu, untunglah Haechan tak pernah mengungkit-ungkit masa lalu maupun tentang Renjun.
Kau cukup bersyukur bahwa ia orang yang pengertian. Yah, mungkin karena kalian mengerti tentang psikologi, makanya ia bersikap demikian.
"Sebentar lagi." jawabmu seraya kembali membaca berkasmu.
"Sebentar bagimu itu sama saja setahun bagiku."
Kau memutar kedua bola matamu malas. "Lalu?"
"Lalu? Hei, bagaimana pun juga kau harus menjaga kesehatanmu."
Kau menutup berkasmu hal itu membuat Haechan tersenyum lebar. "Baik, tapi ingat hari ini saja aku akan menurutimu."
"Wah, wah, tidak biasanya Park Soora menuruti permintaanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
ESCAPE | Huang Renjun
Fanfikce[COMPLETED] "Aku akan selalu bersamamu, Renjun." "Kau tak boleh bersamaku." "Mengapa?" "Hidupku, kau tahu kematian selalu mengikutiku." Dia kabur dan menghilang. Lalu bukankah 'dia' yang telah pergi tak akan pernah kembali? UPDATE SETIAP HARI SENIN...