Kau berlari seperti orang yang kerasukan di lorong rumah sakit. Berlari tanpa lelah dan tak menghiraukan Jaemin yang berada jauh dibelakangmu.
Kau juga tak peduli pada tatapan aneh semua orang di ruang tunggu. Kau juga acuh saat menabrak salah satu dokter, alhasil Jaemin-lah yang harus membungkuk pada dokter itu untuk meminta maaf mewakili dirimu.
Kau sudah menangis sejak tadi dan sama sekali tidak peduli dengan penampilan kusutmu. Pikiranmu hanya satu, kau harus menemui Renjun secepatnya.
Ketika kau menemukan ruangan Renjun, tanpa mengetuk kau langsung masuk. Kau sama sekali tak peduli dengan semua orang yang berada di sana.
Kau segera menggenggam tangan Renjun yang terasa dingin. Tubuh ringkihnya juga dipasang berbagai alat yang kau simpulkan bahwa itu adalah alat penunjang hidup.
"Kumohon, jangan seperti ini."
Jaemin hanya bisa tersenyum canggung pada semua orang di sana dan membungkuk memberi salam. Di sana ada tiga orang, semuanya adalah keluarga Lucas.
Melihat keadaanmu yang semakin mengenaskan, Jaemin segera menghampiri Lucas. "Sebenarnya ada apa?"
Lucas menghela nafas sejenak. "Operasinya berjalan lancar, tetapi dua jam terakhir keadaannya semakin memburuk. Dokter sudah menyuntiknya, aku tidak tahu itu apa, yang tahu Ayahku. Jadi aku menelepon Soora, aku tidak ingin membuatnya menyesal."
Jaemin hanya bisa meringis melihatmu yang menangis meraung sembari menggenggam tangan Renjun.
"Jadi, maksudmu...?"
Lucas menunduk, berusaha menahan air matanya agar tidak lolos dari kedua bola matanya yang bulat. "Yah, mungkin sore ini."
Jaemin mengusak rambutnya ke belakang. "Ya! Apa-apaan kau ini?!"
"Toh, mungkin ini jalan yang ia pilih. Mungkin Renjun sudah lelah. Ia sendiri di sini dan terlalu banyak menanggung beban."
"Lalu bagaimana dengan kedua orang tuanya?" tanya Jaemin seraya menunjuk dua orang lain di sana yang saat ini tengah menenangkanmu.
"Mereka orang tuaku."
"Maaf?"
"Ayah dan adiknya sudah meninggal. Hanya Mamanya yang masih ada, itu pun tak pernah menganggap anaknya sendiri."
Jaemin nampak berpikir keras menyaring semua informasi ini. "Hh, bagaimana mungkin...?"
Lucas menggeleng. "Itu kenyataannya."
Kau terus menangis tanpa henti karena Renjun tak menunjukkan respon sama sekali.
"Renjun bangun! Aku tidak akan memaafkanmu jika kau meninggalkanku seperti ini!"
Kedua orang tua Lucas berusaha menenangkanmu sejak tadi, tapi sama sekali tak membuatmu reda. Kau masih menangis merasakan sakit di dadamu yang makin menjadi-jadi.
"Nak, mungkin ini pilihan Renjun." jelas Ibu Lucas yang ikut sedih melihatmu.
Kau menggeleng kuat. "Tidak! Dia sama sekali tidak berpamitan denganku, dia hanya mengucapkan kalimat yang membuatku justru seperti ini ketika melihatnya. Ini curang!"
"Nak..."
"Aku membencinya!"
"Soora..." ujar Jaemin seraya meraih lenganmu agar menjauh dari tubuh ringkih Renjun.
Tubuhmu tak mampu melawan kekuatan Jaemin yang dibantu dengan Lucas. Mereka berdua membawamu sedikit menjauh dari ranjang.
Kau mengusap air matamu kasar. "Baik! Ketika ia sadar, tolong sampaikan salam padanya bahwa aku benci padanya! Aku benci sikap pecundangnya! Dia sama sekali tidak bertanggungjawab!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ESCAPE | Huang Renjun
Fanfiction[COMPLETED] "Aku akan selalu bersamamu, Renjun." "Kau tak boleh bersamaku." "Mengapa?" "Hidupku, kau tahu kematian selalu mengikutiku." Dia kabur dan menghilang. Lalu bukankah 'dia' yang telah pergi tak akan pernah kembali? UPDATE SETIAP HARI SENIN...