Kau tersenyum memandang sosok pemuda di depanmu itu.
"Jaemin?"
Jaemin berjalan menuju kearahmu seraya tersenyum lembut. "Iya ini aku."
"Kabarku baik. Kamu?"
"Seperti yang kau lihat."
Kau tertawa renyah mendengarnya. Kau dan Jaemin berjalan santai menuju halte bus terdekat. Sesekali ia melontarkan celotehan-celotehan jenaka yang membuatmu tertawa mendengarnya. Kalian sudah tidak bertemu selama beberapa bulan belakangan karena sibuk kuliah, jadi ketika Jaemin bercerita tentang teman barunya yang menyebalkan kau tertawa.
"Oh ya tadi sepertinya aku melihat ada laki-laki yang menemuimu ya?" tanyanya penasaran.
"Iya, Haechan."
"Teman satu jurusan?"
Kau mengangguk. "Tapi hanya ada tiga kelas yang kita hadiri bersama. Jadi nggak setiap hari ketemu."
Jaemin manggut-manggut. "Kau tidak suka padanya ya? Kok tadi kelihatannya kau marah saat ditinggal?"
"Kau lihat semuanya ya?"
Jaemin menggeleng cepat. "Aku cuma lihat pas dia pergi ninggalin kamu."
Kau mendengus. Lalu mulai menendang kerikil di jalanan. Mengingat ucapan Haechan tadi membuat amarahmu kembali terpicu.
"Kalau tidak mau bicara tidak apa-apa kok." ujar Jaemin ketika tahu bahwa kau tak ingin membicarakan masalah itu.
"Aku menyesal." jawabmu tiba-tiba hingga membuat Jaemin menghentikan langkahnya.
Kau juga ikut berhenti, lalu menoleh menatap Jaemin yang kini sedang menuntut jawaban darimu.
"Aku memancingnya tadi. Sialan, kupikir dia tidak akan memikirkan hal ini karena humoris!"
"Sebenarnya kau memancing masalah apa dengannya?" tanya Jaemin tak sabar.
"Aku kesal karena ia terus menanyaiku, lalu aku iseng bertanya padanya tentang Renjun." jawabmu kesal seraya menendang-nendang kerikil lagi.
"Kau menceritakan tentang Renjun pada seseorang yang bahkan belum akrab denganmu?" tanya Jaemin memastikan. Pasalnya saat ia melihat Haechan meninggalkanmu tadi ia berpikir sepertinya hubungan kalian tidak akrab. Hanya sekedar teman.
"Aku tidak menceritakan semuanya. Menyebut nama Renjun saja tidak." belamu pada diri sendiri.
"Lalu?"
"Aku hanya bertanya tentang apakah seseorang yang telah pergi akan kembali?"
Jaemin mendengus lalu memegang kedua bahumu, memaksamu untuk mendongak menatapnya. "Kau bertanya dengan baik-baik kan?"
Kau hanya mengulum bibirmu. Pertanyaanmu pada Haechan tadi bukanlah pertanyaan 'baik-baik'. Bahkan pemuda itu sempat menatapmu takut.
"Tuhkan! Mana mungkin Haechan akan serius jika pertanyaanmu sepele, kecuali jika kau bertanya dengan 'tidak baik-baik'. Kau pasti mengancamnya." tebak Jaemin.
Kau mengalihkan pandanganmu. Tak mampu menatap manik hitam Jaemin yang seolah telah mengerti jawabannya.
"A—aku tidak mengancamnya kok." cicitmu.
"Lalu?"
"Y—ya, aku serius menanyakannya. Tapi aku tidak mengancamnya kok!" jawabmu seraya menepis lengan Jaemin.
Kau langsung melanjutkan perjalananmu, tidak menghiraukan Jaemin yang menuntut jawaban lengkap darimu.
Ketika ia telah berhasil mensejajarkan langkahnya denganmu, ia berkata. "Baik aku percaya padamu."
Kau tidak menjawabnya dan terus melanjutkan langkahmu menuju halte bus. Sesampainya disana ia hanya diam, tidak berceloteh seperti tadi, sepertinya ia merasa bersalah.
"Aku tidak marah." ujarmu.
"Baguslah." jawabnya tersenyum.
"Kok tidak dijemput supirmu?" tanyamu heran. Sejak sekolah menengah Jaemin selalu diantar-jemput oleh supirnya.
"Sudah dua hari dia izin karena anaknya sakit."
"Tidak naik mobil sendiri? Kau 'kan kaya." kau tidak bertanya tentang orang tuanya karena mereka pasti sibuk.
Jaemin menggeleng. "Aku sudah mengikuti tes dua kali dan gagal mendapatkan sim. Bulan depan baru mencoba daftar lagi."
Kau hanya mengangguk sebagai jawaban.
Tak lama kemudian bus datang. Semua orang antre untuk memasuki bus karena ini adalah bus terakhir. Kau dan Jaemin memilih untuk mengalah, toh masih banyak tempat duduk yang tersisa.
Jaemin menaiki bus mendahuluimu. Lalu ketika kau akan naik, tiba-tiba seseorang tak sengaja menabrakmu hingga terjatuh.
Kaki kananmu sudah diatas pijakan dan kaki kirimu masih di bawah sehingga kakimu terkilir, membuatmu mengaduh kesakitan ketika mencoba bangkit.
"Maaf." ucap sosok pemuda yang menatapmu seraya berusaha membantumu berdiri.
Jaemin juga segera turun untuk menolongmu. Lalu ketika kau telah sepenuhnya berdiri dan sedikit bertumpu pada Jaemin, pemuda itu langsung menunduk ketika kalian saling menatap satu sama lain.
Cepat-cepat ia pergi menjauh darimu sedangkan kau hanya bisa mengerjap-ngerjapkan matamu tak percaya. Otakmu berusaha mencerna kejadian tadi, rasanya manik mata itu sungguh tak asing.
"Aneh sekali orang itu. Malam-malam begini kok pakai topi, sampai nutup ke matanya lagi." celetuk Jaemin seraya memapahmu menaiki bus.
"Rasanya tak asing." gumammu yang masih bisa didengar oleh Jaemin.
"Tak asing?"
Kau mengangguk.
"Memangnya dia siapa?"
"Huang Renjun."
Tbc
(。ŏ_ŏ)
Menurut kalian apakah benar Renjun udah comeback? :(
Apa mungkin sebenarnya dia udah meninggal makanya Lucas ga ngehubungin Soora karena takut dia shock?
Hayooo tinggal 4 chapter lagi selesai lhooo ≧ω≦
Btw, hari Senin aku up new story ya sebagai gantinya buku ini :")
KAMU SEDANG MEMBACA
ESCAPE | Huang Renjun
Fanfiction[COMPLETED] "Aku akan selalu bersamamu, Renjun." "Kau tak boleh bersamaku." "Mengapa?" "Hidupku, kau tahu kematian selalu mengikutiku." Dia kabur dan menghilang. Lalu bukankah 'dia' yang telah pergi tak akan pernah kembali? UPDATE SETIAP HARI SENIN...