Kau benci seperti ini. Seperti dunia sedang menentangmu. Seperti takdir tak pernah mau mengizinkanmu bernapas.
Salahmu apa sebenarnya?
Ayah yang selalu menyakitimu sejak kecil, Renjun —sosok pemuda yang kau anggap baik hati karena memberimu sebuah buku— selalu menyiksamu semenjak kau menjadi temannya, dan sekarang Lucas, yang kau kira berada dipihakmu justru menuduhmu terlalu gila menuding sepupunya psikopat.
Padahal saat pertama kali kau bertemu Renjun, bukan hanya perasaan iba yang merayap menuju hatimu tetapi juga rasa suka. Kau menyukainya. Gadis mana yang tidak suka dengan seorang pemuda yang mau menolongnya? Bersikap baik bahkan selalu menunggu di tempat yang sama hanya untuk bertemu.
Kau mengira bahwa Renjun dapat kau andalkan. Dapat menjadi satu-satunya seseorang yang kau hampiri di saat kau benci pada Ayahmu. Tempatmu untuk berkeluh kesah menggantikan sosok Ibu.
Bagaimana mungkin kau tidak berharap seperti itu di saat Renjun menyempatkan diri terlepas dari penyakitnya untuk menunggumu? Dia selalu menunggumu di toserba padahal Lucas berkata bahwa ia tak boleh keluar rumah karena sakit.
Kau mungkin akan terus menyukai Renjun meski ia sakit.
Sakit fisik maksudmu, bukan sakit jiwa.
Kau menjambak rambutmu kuat-kuat hingga rasanya kulit kepalu akan terlepas. Kau duduk di atas ranjang rumah sakit tanpa ada yang menemani. Kau ingin kabur tetapi Ayah melarangmu. Katanya selagi ada perawatan gratis kenapa tidak?
Bukannya tak ingin lekas sembuh. Tetapi berada di satu rumah sakit bersama Renjun rasanya seperti memasukkan dirimu sendiri ke lubang buaya.
Entahlah kau sendiri tidak tahu mengapa disaat seperti ini hatimu terasa seperti ada dua kubu. Yang satunya berharap Renjun dapat kembali normal dan menjadi sosok Renjun saat pertama kali kalian bertemu. Pemuda yang ramah, baik hati dan memiliki senyum manis.
Tapi sisi hatimu yang lain justru berdoa supaya operasinya tidak berjalan lancar. Jika itu terjadi Renjun akan lebih cepat mati, meninggalkanmu dengan rasa damai.
Lagi-lagi kau menangis. Nasibmu begitu buruk. Tangan kecilmu berusaha menggapai vas bunga di nakas yang sebelumnya akan kau gunakan untuk memukul Ayah. Ketika vas bunga itu sudah berada di tanganmu, kau menghangtamkan bagian ujungnya pada meja nakas hingga terpecah.
Pecahan vas itulah yang kau ambil. Perlahan-lahan tapi pasti, kau mengarahkan bagian yang tajam pada pergelangan tanganmu.
Ya, inilah pilihanmu. Bukan Renjun, Lucas, ataupun Ayah yang akan mati.
Tetapi, dirimu sendiri.
Tbc
(・へ・)
Maaf baru bisa update, hpku rusak minggu kemarin

KAMU SEDANG MEMBACA
ESCAPE | Huang Renjun
Fanfiction[COMPLETED] "Aku akan selalu bersamamu, Renjun." "Kau tak boleh bersamaku." "Mengapa?" "Hidupku, kau tahu kematian selalu mengikutiku." Dia kabur dan menghilang. Lalu bukankah 'dia' yang telah pergi tak akan pernah kembali? UPDATE SETIAP HARI SENIN...