× • ×
Tak ada pertanyaan yang keluar dari bibir Seungwan mengenai 'adik Sehun', malah ia memilih untuk menahan rasa penasarannya sendiri. Cukup menguntungkan Sehun yang nyatanya tidak dalam mood yang baik untuk membicarakan hal ini. Belum lagi keduanya semalam terlibat dalam perdebatan sengit mereka yang hampir membuat Seungwan mungkin menjadi mayat hidup didalam apartemen itu. Untungnya tiba-tiba saja tadi pagi Sehun berubah pikiran dan menimang-nimang lagi keputusannya. Jadi, keduanya tengah dalam perjalanan menuju butik Sungkyung ditemani suasana hening dan tentram. Deruman mesin mobil adalah satu-satunya yang terdengar ditelinga mereka."Aku turun di–" Seungwan memilih menahan kata-katanya ketika Sehun lebih dulu memarkirkan mobil mewahnya disekitar sana.
Bahkan sesampainya disanapun, Sehun memilih untuk mendahului wanita tersebut sementara Seungwan mengekor dibelakangnya. Sesekali mata itu melirik raut wajah Sehun yang datar namun entah mengapa ia bisa menangkap emosi yang Sehun rasakan. Meski tak tau apapun tentang adik Sehun, kerinduan yang tampak dimatanya tak bisa disembunyikan, pria itu diam-diam bahagia mendengar kabar ini.
Keduanya menjaga jarak sejauh mungkin tepat setelah mereka masuk ke dalam dengan sambutan Yerin yang merangkul Seungwan riang.
"Pagi Seungwannie!"
Seungwan tersenyum singkat pada Yerin sebelum kembali memandang punggung tegap Sehun yang berlalu pergi menuju ruangan kakaknya. Wanita tersebut menghela nafas, Sehun bahkan tak berniat untuk sekedar meliriknya.
Sehun hendak membuka pintu ruangan kakaknya ketika ujung lensa mendapati Sungkyung tengah duduk di sofa panjang dari kaca lebar yang terpasang didinding putih ini. Meraba sesuatu diatas pahanya yang kemudian disadari Sehun adalah album foto.
Sehun tersentuh, melihat bagaimana iris kakaknya yang penuh kepedihan namun tetap memaksa untuk membentuk senyuman bahagia–sesuatu yang juga Sehun rasakan saat ini. Ia baru benar-benar membuka pintunya beberapa saat kemudian setelah puas memandangi Sungkyung dari kejauhan.
Ketika decitan pintu terdengar di telinganya, Sungkyung mendongak dengan gerakan pelan. Senyumnya melebar lebih cerah, nampak berair dibalik lensa indahnya, "Sehun-ah."
Dan ketika mata mereka bertemu itu pula, air wajah dingin Sehun berubah menjadi sendu. Itu air mata bahagia pertama setelah sekian tahun yang Sungkyung keluarkan. Dan Sehun tak sanggup untuk tak luluh melihat kakaknya.
Lama sekali rasanya ketika terakhir kali mereka hanyut dalam suasana seperti ini, ketika batu melunak dihati keduanya. Tidak ada Sungkyung yang pemarah dan tak ada Sehun yang dingin. Hanya ada kakak beradik yang seolah mengerti apa yang tengah mereka bicarakan dan apa yang membuat mereka begitu bahagia juga haru saat ini lewat lensa yang bertemu.
Sehun meneguk salivanya sebelum menyudahi acara lempar pandang mereka. Melangkah pelan kearah kakaknya setelah menutup pintu untuk menjaga privasi keduanya saat berbicara.
Sungkyung menutup album hijau mudanya, mengembalikannya pada lemari yang berdiri tegap disamping, "Apa rencanamu?"
Ketika matanya kembali memandang wajah tampan adiknya, Sehun menunduk sebentar.
"Aku... Tidak tau."
Bukan itu jawaban yang ia nantikan, "Apa kau tidak punya rencana untuk menjemput Sujeong, Sehun?" Tanya Sungkyung, pada akhirnya memilih untuk langsung kepada intinya.
Sehun menggeleng pelan sebelum memandang kakaknya, kini iris kecewa Sungkyung memenuhi penglihatannya, "Bagaimana Ibu?"
Sungkyung bungkam. Tau bagaimana sakit hatinya kepada wanita yang melahirkan mereka tersebut. Wanita yang sama yang meninggalkan Sungkyung ketika ia dalam masa terberat dalam hidupnya. Dan ketika harus mengingat ibu mereka lagi, entah mengapa luka yang sudah terjahit dihatinya kembali terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
121
FanfictionFour Seasons Hotel, Seoul, ruangan 121-adalah tempat yang mempertemukan dua manusia yang sebelumnya tak pernah saling mengenal. Membuat keduanya harus terikat kuat dan berakhir pada sebuah perjanjian konyol. Ya, setidaknya konyol bagi Oh Sehun, tap...