Tidak ada hal yang lebih dirinya khawatirkan, tak ada hal yang bisa ia pikirkan lebih baik lagi daripada kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi. Ketika mata berair yang kosong itu memilih untuk mengalihkan pandangan dan kedua langkah kakinya terhenti, Joohyuk mengernyit bingung. Dirinya ikut berhenti bersama Sungkyung, tepat di sebuah jalan sempit yang mengarahkan mereka pada rumah kecil.
Bersyukurlah mereka karena rupanya masih ada murid yang berbaik hati hendak menunjukkan arah tempat biasa Sujeong berdiam. Melihat bagaimana Sungkyung begitu tertampar mendengar kenyataan tentang adiknya, murid tersebut jadi tidak tega bila mereka harus pulang tanpa membawa hasil. Meski hanya lewat sebuah kertas coretan yang lengkap dengan gambar dan nama jalan karena gadis muda yang sebaya dengan adiknya itu tidak bisa meninggalkan mata pelajaran berikutnya.
Joohyuk merangkul Sungkyung lembut, wanita itu sudah nampak lemas sehingga terlihat mulai tak bersemangat mencari keberadaan adiknya. Padahal Sungkyung-lah yang menariknya dalam situasi rumit ini.
"Noona, kau ingin beristirahat?" Tanya Joohyuk lembut.
"Tidak, aku baik-baik saja," jawab Sungkyung tanpa melirik Joohyuk sedikitpun.
"Baiklah kalau begitu, kau masih sanggup berjalan?"
Sungkyung memandang kaki-kakinya yang menggunakan heels cukup tinggi untuk berjalan di jalan yang tak rata ini. Merutuki dirinya sendiri yang berdandan berlebihan padahal tau akan menemukan jalan tak memungkinkan.
"Akan kubelikan sendal," Joohyuk melangkah menjauhi Sungkyung, menuju pada toko terdekat disana.
Sungkyung terenyuh memandang punggung lebar Joohyuk yang menjauh, pemuda itu melakukan apa saja demi kenyamanannya. Mengalahkan Sehun yang adiknya sendiri, Joohyuk lebih bisa ia andalkan dan mau menemaninya dalam situasi apapun. Bagaimana bisa Sungkyung masih batu untuk tak membuka hati pada Joohyuk? Kenapa dirinya terlalu egois karena sekarang terlihat memanfaatkan Joohyuk untuk kepentingannya namun tak pernah memberikan balasan yang setinpal dengan yang harus pemuda itu?
Matanya terpejam erat saat pusing mendadak melandanya, Sungkyung teringat pada suara yang nyaris membunuhnya di tempat jika saja Sehun tak ada hari itu.
"Noona?" Joohyuk memegang bahu Sungkyung, wanita itu tampak memegangi kepala ketika ia kembali tadi.
"Ya?"
"Kau benar-benar perlu beristirahat, Noona."
"Tidak Joohyuk! Aku baik-baik saja."
Joohyuk mendengus, Sungkyung akan menjadi sangat keras kepala jika kemauannya tak dituruti seperti ini, "Baiklah," ujar Joohyuk pasrah. Ia menundukkan tubuh, membuka heels Sungkyung dan mengganti dengan sandal karet yang baru dibelinya tadi.
"Terima kasih," cicit Sungkyung pelan, kemudian membawa heels-nya dalam genggaman tangan. Joohyuk menuntun wanita tersebut untuk berjalan kembali sembari berharap kali ini pencarian mereka akan membuahkan hasil yang baik pula meski tak sepenuhnya.
Mereka sampai di sebuah rumah kecil yang sederhana, sepi dan tepat diujung jalan yang sempit. Halamannya luas, rerumputan hijau juga pohon tertanam rapi disana. Kursi-kursi kayu terletak diterasnya, pot-pot bunga tergantung disekitar atapnya.
Sungkyung dan Joohyuk saling berpandangan sebentar sebelum melangkah lebih dekat kearah pintu. Tak ada suara yang mencurigakan, tak ada hal-hal yang membuat keduanya menduga-duga sebelum Sungkyung yang mengetuk pintu terkejut dengan perawakan seorang pria berusia sekitar tiga puluh tahunan keluar dari dalam rumah tersebut. Menyambut kedua tamunya dengan wajah heran dan tak mengerti.
"Siapa kalian?" Suara serak pria tersebut terdengar diseluruh tempat yang sepi ini.
Sungkyung memandangnya sebentar sebelum menjatuhkan heels ditangannya dan membungkuk kecil, yang diikuti Joohyuk dengan gagap, "Namaku Oh Sungkyung."
KAMU SEDANG MEMBACA
121
FanfictionFour Seasons Hotel, Seoul, ruangan 121-adalah tempat yang mempertemukan dua manusia yang sebelumnya tak pernah saling mengenal. Membuat keduanya harus terikat kuat dan berakhir pada sebuah perjanjian konyol. Ya, setidaknya konyol bagi Oh Sehun, tap...