Seungwan P.O.V
Aku bukan gadis beruntung.
Semua orang akan berkata seperti itu setelah mendengar cerita tentang hidupku yang malang.
Ketika banyak gadis yang dapat hidup bahagia dengan limpahan kasih sayang orang tua juga harta yang menggunung, aku hanya bisa memandang iri kearah mereka. Mendambakan hidup seperti itu diam-diam dan mengutuk diriku sendiri saat menyadari kalau yang kuharapkan tidak akan pernah menjadi nyata. Aku hanya bermimpi padahal aku tau hal itu terlalu jauh untuk kugapai.
Aku hanya gadis malang yang bekerja sepanjang hari demi mencari uang untuk menyambung hidupku juga ibuku yang kini terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit dan tidak bisa melakukan apapun disana. Hal yang bisa aku lakukan hanya diam dan berdoa untuk kesembuhannya,
Aku tidak cantik, aku juga tidak pintar.
Aku tidak punya sesuatu yang membanggakan untuk mendapat pekerjaan yang lebih pantas daripada ini–seorang pelayan bar.
Aku mengelap keningku yang mulai berkeringat, kemudian merapikan kunciran kuda rambut cokelat gelapku. Merapikan sedikit seragam pelayanku yang bawahnya hanya sebatas paha lalu membawa gelas kosong diatas nampan ke dalam. Ketika aku kembali ke ruangan tersebut, dentuman kencang musik dj dicampur dengan desahan juga siulan langsung menyapa indera pendengaran. Setiap mataku melirik pada sebuah sudut, yang kudapati adalah sepasang muda-mudi yang bermesraan, saling melumat bibir atau melakukan hal yang lebih daripada itu. Wanita-wanita penghibur lalu lalang berpakaian yang lebih minim daripada aku dihadapanku.
Menjijikan memang, tapi aku sudah terbiasa dengan pemandang ini. Selama aku tidak ikut melakukan hal-hal nista itu, semuanya akan baik-baik saja. Yang jelas, aku hanya mencari uang dengan cara yang lebih baik daripada jalang-jalang itu disini. Ya, setidaknya lebih terpandang.
Malam itu berjalan seperti biasanya. Aku akan membawa nampan yang berisi pesanan seseorang lalu menaruhnya diatas meja pelangganku atau sekedar mengambil gelas kosong dan menaruhnya ditempat pencucian. Aku akan pulang larut malam sekali sebelum akhirnya pergi ke rumah sakit untuk menjaga ibu.
"Seungwan! Son Seungwan!"
Aku sedang berdiri di sekitar pantry ketika atasanku tiba-tiba datang menghampiri. Wajahnya terlihat pucat juga keringat becucuran disekitarnya. Aku membungkuk padanya, sekedar menghormatinya.
"Ada apa pak?"
"Kau!"
Aku memeluk nampanku, memandangnya dengan raut bingung, "Ada apa denganku? Apakah aku berbuat kesalahan?"
"Tidak," pak Kim, atasanku, menggeleng tergesa, kepalanya menoleh resah pada sesuatu. Sayangnya ketika aku hendak mengikuti arah matanya, ia lebih dulu memegang kedua pundakku dengan kencang, "Aku mohon padamu."
"Untuk apa?" Tanyaku, masih tak mengerti apa yang sedang berusaha ia ucapkan.
"Aku mohon, kau harus datang pada pria itu."
Itu, aku mengikuti jemari telunjuk pak Kim yang mengacung bebas. Dan seketika, mataku beradu pada mata elang seorang pria tampan dengan rahang tegas dan rambut hitam legamnya yang tengah bersandar pada single sofa didalam sebuah ruangan kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
121
FanfictionFour Seasons Hotel, Seoul, ruangan 121-adalah tempat yang mempertemukan dua manusia yang sebelumnya tak pernah saling mengenal. Membuat keduanya harus terikat kuat dan berakhir pada sebuah perjanjian konyol. Ya, setidaknya konyol bagi Oh Sehun, tap...