Mau yang manis-manis dulu bentar.
🖤
Bagi Seungwan, ibu adalah segala-galanya.
Seluruh nafasnya, seluruh detak jantungnya, seluruh hal yang dia miliki. Sebelumnya hanya dia dedikasikan untuk kebahagiaan ibunya. Maka ketika beliau pergi karena penyakit kronisnya, Seungwan merasa tak punya alasan lagi untuk hidup. Seseorang yang menjadi alasan dia untuk tetap berjuang sudah pergi, maka saat itu dia berpikir, apa yang harus dia lakukan esok-esok hari lagi?
Tapi saat Seungwan membuka matanya hari ini, melihat bahwa perutnya yang membesar sedang menampung buah cintanya bersama pria yang akan menjadi pendampingnya untuk seluruh sisa hidupnya, Seungwan sadar bahwa perjuangannya belum usai. Dia masih punya alasan untuk hidup.
Untuk bayi kecil yang membutuhkan pelukannya, dan untuk pria yang sekarang memeluknya dengan tenang dari belakang ini.
Seungwan merasakan hembusan nafas Sehun yang teratur di lehernya, sebuah senyum melebar di bibir Seungwan. Tangan Sehun yang melingkari lingkup tubuhnya berada tepat di atas perut Seungwan, bahkan ketika Sehun tidur, Sehun selalu mengelusnya dan menyalurkan kasih sayangnya yang begitu besar pada kehidupan yang akan tiba ini. Seungwan tak pernah menyangka hari ini akan tiba, dimana Sehun begitu mencintai mereka berdua.
Ingatan lamanya melambung pada saat Sehun menolak kehadiran mereka dengan kasar, dia memaki Seungwan dan meminta Seungwan untuk menggugurkan kandungannya saat janin itu bahkan belum tumbuh sempurna. Dia meninggalkan Seungwan, tanpa kabar selama 2 Minggu lamanya untuk merenungkan keputusannya sendirian dan Seungwan dengan jenuhnya menunggu dia di sana sendirian. Saat dia datang, dengan nafas tersendat-sendat bukti keterburu-buruannya di depan ambang pintu, memandang ke arah mata Seungwan yang cemas dan akhirnya mengucapkan kalimat itu–kalimat yang mengatakan dia bersedia menerima Seungwan dengan segala keadaannya.
Betapa Seungwan bersyukur Sehun masih di beri kesadaran karena apa yang terjadi ketika mereka menghabiskan waktu semalaman untuk bercinta, hingga menghasilkan sperma yang tumbuh dalam tubuhnya, bukan hanya kesalahan Seungwan sendiri. Seungwan tidak akan memberi label dirinya sebagai korban di hadapan Sehun, dia tidak mau munafik karena dia sendiri menyukai sentuhan Sehun pada tubuhnya. Hanya Sehun.
Depresi yang dilaluinya bersama bayi ini memberi Seungwan kekuatan yang begitu besar. Semakin dia mengingat bagian terburuk itu, semakin dia menyayangi bayi ini. Dia dan Sehun ada di sana ketika Seungwan terpuruk dan jatuh, mereka tak pernah meninggalkannya. Seungwan harap di masa depanpun akan tetap begitu.
"Sayang," ciuman dalam Seungwan rasakan di kepalanya, wanita itu kembali mengulum senyum lebar, "Selamat pagi."
Seungwan memutar tubuhnya, agak mengejutkan Sehun yang mengira wanitanya masih tertidur. Mereka saling berpandangan, lama sekali sebelum Seungwan memajukan tubuhnya dan mencium Sehun berani. Pria itu membalasnya dengan senang hati, menahan tengkuk Seungwan untuk memperdalam ciuman pagi mereka.
Seungwan yang menciumnya dan Seungwan juga yang mengakhirinya. Dengan berat hati, Sehun menurunkan ciumannya ke leher Seungwan yang bersih.
"Kenapa kau tidak pernah puas hanya mencium bibirku?" Seungwan merasakan benda kenyal itu di setiap titik kulitnya, hembusan nafas Sehun membuat dia meremang geli.
Tapi Seungwan menyukainya, cukup bangga dengan kenyataan bahwa dirinya menjadi candu tersendiri bagi seseorang yang dingin dan sedikit arogan seperti Sehun.
"Kau memabukkan," Sehun menurunkan kain yang menutupi bahu Seungwan, menempelkan kembali bibirnya di sekitar sana dengan mesra, "Aku menyukai harum tubuhmu, dan bentuknya. Sangat pas untukku."
KAMU SEDANG MEMBACA
121
FanfictionFour Seasons Hotel, Seoul, ruangan 121-adalah tempat yang mempertemukan dua manusia yang sebelumnya tak pernah saling mengenal. Membuat keduanya harus terikat kuat dan berakhir pada sebuah perjanjian konyol. Ya, setidaknya konyol bagi Oh Sehun, tap...