Part Dua

5.9K 416 66
                                    

Dalam proses revisi, ada beberapa bagian yang aku edit agar lebih rapi dan lebih menarik. Aku ngga suka hasil kerja ku berantakan. Jadi mumpung ada waktu aku revisi bagiannya. Sekalian mau diajukan ke penerbit soalnya ehehe.

Di harap membaca secara perlahan supaya maksud yang ingin disampaikan bisa terserap dengan sempurna tanpa menimbulkan kesalahpahaman. Mari tenggelam bersama dalam alur yang sudah Ririz ciptakan.

Happy reading...

Ririz's Pov

Sumpah demi apapun mungkin Tuhan benar-benar membenci ku. Bagaimana bisa Dia seenaknya menulis cerita hidup yang gila seperti yang ku jalani saat ini. Aku kembali meringis kesakitan saat tanpa sengaja luka ku tersentuh. Aahhh bodo amat lah, terus sekarang aku musti kemana ya ampun. Bahkan aku tak memiliki tujuan sama sekali untuk membolos kali ini.

Pada akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti kemana kaki ku melangkah, daripada aku harus pusing-pusing mencari tujuan. Seiring langkah kaki ku, dalam hati aku bertanya-tanya. Sejak tadi aku melihat beberapa orang memandang ke arah ku dengan tatapan yang sulit ku artikan. Apakah ada yang salah dari wajah ku??? Emmm lebih baik aku berhenti di taman saja dan memastikan apa yang salah dari wajah cantik ku ini.

Aku kembali berjalan setidaknya sekitar lima ratus meter jarak dari sekolah ku dengan taman kota. Dan aku hanya memerlukan waktu sekitar lima belas menitan untuk sampai disana. Aku mengedarkan pandangan ku ke berbagai sudut dan di ujung sana aku menemukan apa yang aku cari. Yuppp sebuah bangku taman yang masih kosong adalah tujuan ku. Jadi tanpa membuang waktu lagi, aku putuskan untuk berjalan ke bangku tersebut.

Aku duduk sambil merogoh tas ku mencari benda kotak yang saat ini sangat aku butuhkan. Jangan salah sangka dulu kalian terhadap ku. Bukan rokok yang aku cari tapi sebuah kotak P3K. Karena terlalu sering terluka maka aku selalu menyiapkan kotak itu di dalam tas ku. Tangan ku bergerak dengan lancar mulai mengobrakabrik isi tas ku. Entah aku yang lupa atau bagaimana tapi aku tak menemukan apa yang aku cari padahal seingat ku benda itu selalu ku bawa kemanapun aku pergi.

Aku mendesah kecewa karena sekarang aku baru ingat jika benda itu seminggu yang lalu ku keluarkan dari dalam tas dan sialnya tidak ku masukkan lagi. Bodohnya aku, bagaimana bisa barang penting ku tertinggal begitu saja di kamar. Dengan malas aku mengambil ponsel, membuka aplikasi kamera hanya untuk sekedar memastikan bagaimana wajah ku sekarang ini.

Ririz : " Haisss pantas saja aku di liatin terus sama orang-orang itu. Ternyata cukup banyak luka di wajah ku ini..."

Aku memejamkan mata kemudian mengatur nafas untuk sekedar menghapus sesak dalam dada ku. Hidup terlalu kejam terhadap ku, bahkan disaat aku tak melakukan apapun Tuhan masih selalu berusaha menghukum ku. Itulah kenapa aku tak pernah berharap banyak untuk hidup yang aku jalani ini. Karena pada akhirnya segala sesuatunya tidak akan berjalan dengan baik. Dan kurasa takdir dan Tuhan tak pernah berpihak kearah ku.

Mata ku melirik ke arah jam tangan di tangan kiri ku, waktu baru menunjukkan pukul tujuh tiga puluh. Aku berfikir sejenak hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke sekolah meski sudah terlambat tapi setidaknya para penganggu itu telah pergi. Dan tepat pukul tujuh empat lima aku menyelinap masuk dengan cara memanjat dinding pembatas samping sekolah. Seperti yang kalian tau gerbang sekolah sudah di tutup dari satu jam yang lalu.

Aku melangkah dengan santai menuju kelas ku, tapi sepertinya aku melupakan sesuatu tapi aku benar-benar tidak ingat apa yang terlupakan. Aku mengetuk pintu dan membukanya perlahan, sambil bergumam minta maaf jika aku terlambat aku langsung masuk tanpa melihat kearah guru yang sedang mengajar di depan kelas.

The Doctors ( GxG )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang