Dokter yang memeriksa Azura pun keluar setelah selesai memeriksa Azura, dan geng bar-bar sudah sudah di persilahkan untuk melihat keadaan Azura.
"Kamu gapapa sayang?" tanya Elfi khawatir.
Azura membalas ucapan Mamanya dengan senyuman dan di iringi anggukan kecil.
"Yakinkan, Ra? Gak ada yang sakit lagikan? Lo kenapa sih jadi gini? Gue khawatir tau," tanya Sovra beruntun kepada Azura.
Jika boleh jujur, Sovra benar-benar panik saat melihat Azura pingsan di hadapannya, dan terbaring lemah di brankar rumah sakit seperti saat ini.
"Gue gapapa Sovra. Segitunya amat lo paniknya, tenang aja kali, gua masih idup nih. Makasih udah anterin gue ya," ucap Azura kepada Sovra meyakinkan dan tulus.
Sovra hanya membalas dengan anggukan kecil sambil tersenyum tulus.
Melihat perhatian Sovra kepada Zura, kini Letta harus kembali menahan sesak di dadanya. Walau Letta sudah tau semuanya dari Sovra sendiri dan belajar melupakan, tapi tetap saja, melupakan tidak semudah mencintai.
Lagian, bukan Letta namanya yang akan menunjukkan semua rasa sakitnya itu. Ia mrmilih untuk berusaha tegar dan menepis semua hal yang tidak-tidak pada sahabatnya, dan memilih untuk ikut berbaur pada yang lain yang kini tengah mengerebungi Azura.
***
Hari ini Azura sudah boleh pulang setelah dua hari di rumah sakit, teman-temannya pun sudah datang untuk mengantarkan Azura pulang.
"Ra, gue minta maaf," lirih Ardan dengan merasa bersalah.
"Haa? Buat apa?" tanya Azura heran melihat Ardan yang tiba-tiba minta maaf.
"Buat gue yang udah nyakitin lu, Ra. Gue gak sadar selama ini lu suka sama gua dan dengan entengnya gue ngelakuin semua itu di hadapan lu tanpa mikirin hati lu. Maaf Ra, gue...," ucapan Ardan langsung di potong oleh Azura sebelum Ardan melanjutkannya lagi.
"Cukup Dan! Gue udah maafin lu kok. Gue juga minta maaf kalau gue egois selama ini," kata Azura yang tidak mau mendengar ucapan Ardan yang akan meruntuhkan dinding pertahanan yang mulai ia bangun untuk mengikhlaskan.
Kini waktunya iya benar-benar membuang perasaanya pada Ardan, melepaskan rasa ingin memilikinya pada Ardan.
"Entahlah, mungkin lu udah tau tapi, gue akan ulangim lagi. Gua emang pernah suka dan cinta sama lu, tapi itu dulu yah Ar. Sekarang gua lagi nyoba buat hapus perasaan gua ke lu, bantu gua yah Ar," lanjut Azura, kini ia sudah benar-benar yakin dengan apa yang akan ia lakukan setelah ini, melepas Ardan yang sama sekali belum ia genggam. Dan semoga ini jalan yang terbaik yang memang harus ia lakukan selama ini.
Ardan yang mendengar itu hanya bisa diam, kini hatinya tengah di buat binggung antara lanjut mengejar Ariana yang notabanenya sangat ia cintai, atau berhenti dan berbalik mengejar Azura yang notabanenya mencintainya dari dulu.
Ceklek.
Pintu ruang rawat Azura di buka oleh seseorang, dan ternyata Elfi dan Sovra dkk lah yang masuk.
"Eh, Zura jangan baringan mulu. Sini bantu beres-beres, Katanya mau pulang? Masak jadi nyonya aja sih," Cibir Gizko kesal karna di suruh-suruh dari tadi oleh para lucknut ini.
"Eh, koplak! Zura masih sakit. Ntar kalo dia sakit lagi lu mau biayain nyawanya sama nyawa lu?" Geram Letta pada Gizko yang kelewat pintar.
"Ohh, kirain biayain rumah sakit. Kalo rumah sakit mah gue gak mau, tapi kalo nyawa mau deh gue, lebih enteng gak perlu keluar duit gue," kata Gizko enteng sambil bergaya lagak orang bener.
"KIKOOOO! Heran gue dah, ada gitu orang kaya lu! Nih, lu makan tuh nyawa," geram Letta dan melempar botol minum yang sedari tadi di pegangnya ke wajah Gizko.
"WANJIRRR! Muka ganteng gue bisa cacat nih! Bebeb Letta awas lu yah, ntar gue tembak lu!" teriak Gizko sambil melempar balik botol pada Letta.
Semua orang hanya bisa mengelengkan kepala dengan helaan nafas lelah, karena tingkah ajaib Letta dan Gizko yang tiap hari gak akan bisa diam.
"Eh Ko! Mau lu tembak pake apaan? Pistol? Panah? Busur?" tanya Azura dengan tampang polos sambil terkekeh.
"Mati dong," ucap Ardan menimpali.
"Ck. Pake hati dong! Lopeh-lopeh gitu! Hehe...," kata Gizko so cool lalu cengengesan ke arah Letta karna di pelototi.
"Bhahaha...."
Tawa geng bar-bar pecah seketika saat mendengar ucapan Gizko.
"Sinting! Gak gua anggap temen!"
Ruangan rawat itu yang semula serius kini berubah dengan di hiasi oleh candaan, bahkan tawa semua orang termasuk Mama Azura yanh sedari hanya diam menyimak pun terdengar.
Setidaknya, Azura tak perlu berinteraksi terlalu lama bersama Ardan tentang masalahnya. Permintaan maaf Ardan padannya hanya ia anggap permintaan maaf biasa saja, bukan karna menyesal atau apapun.
Kini ia hanya perlu untuk tidak terlalu dekat dengan Ardan agar perasaanya pada Ardan bisa cepat menghilang dan ia bisa bersikap biasa saja.
Semoga Azura bisa melakukannya.
****
Tbc💜
KAMU SEDANG MEMBACA
[1]Labirin Cinta✔
Teen FictionArah kita sama, namun tujuan kita berbeda. Kita memang tengah saling menuju, bedanya Aku menujumu sedangkan kamu menuju dia. dia yang tidak menoleh padamu, seperti kamu yang enggan menoleh padaku.