2 | MINGGAT

3.1K 187 8
                                    

A/n : Nyx (dibaca, Niks)

🏹🏹🏹

"Gue gak menginginkan bayi itu."

"APA?" Gue mendongak, natap lurus matanya.

"Gue.gak.menginginkan.bayi.itu."

PLAK!

"Gila ya lo! Enak banget ngomong gak mau. Gue yang ngerasain semuanya! Lo udah janji sama Bang Naren buat tanggung jawab, Arvind!"

Arvind tersenyum miring sambil ngelus pipinya yang merah. "Gue bilang bertanggung jawab, bukan tetep ngejaga bayi itu biar tetep hidup."

"Sialan! Gak tau diri lo! Emang gue mau hamil kayak gini, hah? Semua ini gara-gara lo!"

"Gara-gara gue?!" Arvind mencengkeram bahu gue dengan keras. "Yang ngelakuin ini kita berdua ya, bukan gue doang!"

Gue mendorong dadanya sekuat tenaga. "Asal lo tau, gue udah nolak! Lo yang jebak gue dan semua ini terjadi!"

"Terus kenapa lo gak ngelawan, hah?"

"Ngelawan?!" Gue pengen ketawa. "Gimana mau ngelawan, kalo lo ngasih obat tidur ke gue, njing!"

Arvind mengacak rambutnya, frustasi. "Oke, oke, ini salah gue!"

"Bagus kalo lo sadar."

Dia mendekat, menyibak rambut gue yang enggak kalah acak-acakan. "Gue salah, sekarang kita perbaiki. Emangnya lo udah siap jadi ibu?"

Ya... Sejujurnya belum.

"Gue yakin lo belum siap, gue juga belum. Ada yang lebih mudah, Nyx. Dengan menggugurkan bayi itu, semua masalah selesai."

"Menggugurkan lagi, menggugurkan lagi!" Gue menyentak tubuhnya untuk kedua kali. "Denger ya Arvind, bayi ini gak salah! Biar gimana pun, gue mau tetep pertahanin dia!"

"Tapi Nyx-" Arvind mau nyentuh gue lagi.

"Diem lo! Tinggalin gue sendirian, gue cape!"

🏹🏹🏹

Enggak ada perdebatan apapun lagi setelah itu. Sore nya, Arvind nganterin gue ke rumah buat ngambil beberapa baju. Sama kayak dia, rumah gue juga cuma dihuni satu orang. Tau kan nyokap, bokap sudah pisah? Mereka sudah saling enggak peduli sejak gue awal kelas sebelas.

Desember lalu, baru mereka resmi cerai. Tetangga sekitar taunya mereka pergi ke luar kota. Padahal, Papa milih tinggal di rumah dinasnya dan Mama- gue rasa nikah lagi dengan bule Eropa. Enggak ada yang peduli lagi dengan hidup gue dan Naren setelahnya. Kita masih dapat uang, tapi enggak dengan kasih sayang. Kalau lo mau tau, itu juga salah satu hal yang menyebabkan kehancuran pada diri gue.

"Gue mau ke basecamp. Lo mau ikut atau gimana?" Arvind berdiri di depan pintu kamar.

Sebenernya basecamp itu adalah tempat nongkrong gue juga. Tapi mengingat kecelakaan ini sudah terjadi, gue menggeleng. "Gue di rumah aja."

"Ya udah, nanti malem gue jemput. Tetep di rumah, jangan kemana-mana."

"Ya."

Gue kembali fokus ke lemari saat Arvind menghilang dari ambang pintu kamar. Beberapa baju secara acak gue masukin ke dalam tas. Enggak sengaja, selembar foto jatuh dari lipatan baju di sana.

Begitu memungutnya, gue gemetaran. Biarin gue mellow dulu sekarang. Sekuat apapun gue, kalau sudah berhubungan sama laki-laki di foto ini, enggak akan bisa nahan air mata. Dia Heksa. Dia segalanya. Lebih tepatnya, dia yang mengubah segalanya.

REMBAS [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang