"Nyx, kamu harus mengundurkan diri dari sekolah ini." kata sang kepala sekolah lancar.
Gue muak. "Jadi saya di drop out nih, Pak? Yang jelas aja padahal. Gak usah pake acara mengundurkan diri segala. Harusnya gini, "Nyx, kamu dikeluarkan dari sekolah ini", simple kan?"
"Kamu bisa jaga kesopanan gak, saat ngomong sama saya?" Bagus, si tua bangka itu mulai kesal.
"Udahlah Pak, mau gimana pun saya tetep di DO kan? Gak usah bertele-tele, lah." Gue melipat tangan, siap untuk perdebatan berikutnya. Tapi, tau-tau Bu Niar- guru BK malah ngelus punggung gue. "Sebenernya, kami juga gak mau mengeluarkan kamu Nyx. Tapi-"
"Tapi saya hamil dan itu akan mempermalukan sekolah," Gue cukup paham sebagai apa posisi di sekolah sekarang- SAMPAH. Nama baik sekolah akan tercemar oleh keberadaan manusia kayak gue.
"Bukan hanya hamil Nyx, kamu sudah memiliki beberapa catatan buruk juga di sekolah." Pak Supratno- guru BK juga angkat bicara. Sudah kayak alarm pengingat saja dia itu.
Gue ngangguk tegas. "Ya, saya tau. Saya bully adik kelas, saya ngerokok, saya main di cafe gelap dan fotonya tersebar, ada kesalahan lain?"
Pak Supratno enggak berbicara lagi. Sekarang, giliran Pak Bambang- wali kelas gue. "Kalo kamu tetep memaksa sekolah, nanti jadi bahan bullyan temen-temen kamu. Kami juga mempertimbangkan hal itu Nyx."
"Halah, mau tetep sekolah di sini atau enggak juga, tetep aja bakal kena bully."
"Nyx," Naren memperingatkan. Karena dia adalah kakak satu-satunya, gue memilih diam.
"Pak, Bu, saya terima keputusan kalau Nyx dikeluarkan. Saya juga berterima kasih sama guru-guru di sini, yang udah sabar menghadapi adik saya. Sepertinya gak ada lagi yang perlu dibicarakan. Jadi, kami bisa pulang sekarang?"
Bagus Naren, kita memang punya kesamaan. Sama-sama enggak sabaran.
🏹🏹🏹
"TOLOL!" Sembur Naren.
Kita berdua terperangkap di dalam mobil. Jadi, enggak ada jalan keluar lagi selain mendengarkan kemurkaannya.
"Keluarga kita udah hancur. Mama sama papa pisah dan gak peduli lagi sama kita. Sekarang, lo malah nambah masalah!"
Ok Nyx, cukup dengarkan.
"Lo sekolah tuh biar pinter! Bisa bedain mana yang baik dan enggak buat lo. Kalo tetep bego gak usah sekolah! Buang-buang duit aja. Kalo udah kayak gini, lo mau apa, hah?!"
"Gue juga gak mau kayak gini, Bang." Setidaknya gue mengungkapkan kejujuran. Kehamilan ini, memang sebuah kecelakaan.
"Omong kosong! Kalo gak mau, harusnya lo bisa jaga diri baik-baik!"
Tahan.
"Buat apa gelar juara umum selama ini, kalo ujung-ujungnya di DO juga? Malu-maluin! Banyak universitas yang nunggu lo, Nyx! Tapi sekarang, jangankan univ terkenal, SMA biasa aja mungkin gak akan nerima lo!"
"Bang, bisa berhenti marahin gue gak?" Ok, gue udah gak kuat.
Tiba-tiba Naren menepikan mobilnya. "APA? BERHENTI? DENGER YA NYX, GUE MATI-MATIAN JAGAIN LO. TAPI APA, LO MALAH NGECEWAIN GUE! JAGA DIRI SENDIRI AJA GAK BISA, LO-"
"Bang, tolong." Gue melas. Cukup gue dimarahin sama guru-guru di sekolah.
"Gue harus telepon papa." Naren keluar. Duduk di cup mobil sambil ngotak-ngatik handphone nya.
Gue enggan ikut keluar. Memangnya apa yang bisa diharapkan dengan nelepon papa? Berani taruhan, paling dia cuma akan marah-marah. Lihat aja, Naren balik lagi ke mobil dengan muka yang makin berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
REMBAS [Tamat]
RomanceCover by @achielll ________________________________ (Spin off dari 'Halaman Terakhir') Catatan : Mengandung kekerasan dan kata-kata kasar. Apakah ada orang yang seneng di drop out dari sekolah? Ada, jawabannya adalah gue. Tapi di DO dengan keadaan...