“Lo gak papa?”
Gue menopang tubuh ke tiang. Merasa limbung sekaligus mual.
“Hei, lo baik-baik aja?” Lagi, Si Aspal mengulang dengan pertanyaan berinti sama.
Pusing yang menyerang membuat gue susah menjawab. Begitu menutup mata, gue merasakan cengkeramannya di bahu. Langsung saja rasanya seperti melayang. Saat agak baikan, gue membuka mata dan sadar lagi dibopong.
“Turunin.” perintah gue pelan.
Si Aspal tetap berjalan dengan pandangan lurus ke depan. “Diem.”
“Terus gue mau dibawa kemana?”
“Ke kamar lo.”
PLAK!
Cap lima jari meninggalkan bekas merah dipipinya. Si Aspal mengutuk pelan, terus menghentikan langkah. “Maen nampar aja, lo waras gak?”
“Lo yang gak waras. Mau ngapain ke kamar gue?” Meski masih pening, gue memastikan aksen galak muncul sempurna.
Mendadak Si Aspal menunduk, mendekatkan mukanya hingga berjarak beberapa sentimeter. Gue terlalu syok untuk menghindar ketika napasnya menyapu permukaan wajah. “Bego. Lo mau pingsan barusan, gue niatnya nganterin ke kamar.”
Beberapa detik terhipnotis, gue tersadar setelah Si Aspal kembali berjalan. Kali ini gue membiarkan niatnya, tanpa tamparan seperti tadi. Bagusnya, selasar dari lapang latihan menuju ke asrama cewek lengang. Memberikan kebebasan buat melewatinya tanpa halangan.
“Lo sakit atau gimana?” tanya Si Aspal, masih terus berjalan.
Kata ‘hamil’ mendesak keluar dari mulut gue. Sebisa mungkin gue tahan, sehingga yang keluar adalah, “Enggak.”
“Terus barusan kenapa kayak mau pingsan gitu? Perasaan lo gak kena pukulan gue.”
Sebenarnya kita berdua lagi latihan tarung, tadi. Sengaja, Miko hari ini nyuruh cewek lawan cowok dan kebetulan gue dapat Si Aspal. Dia cukup hati-hati, menjaga agar gue cuma terkunci, bukan terkena pukulannya. Jadi jelas gue pusing bukan karena serangan dia.
“Gue lagi lemes aja.” sahut gue akhirnya.
Si Aspal bergeming.
Sama-sama basah oleh keringat, membuat gue ingin segera turun. Meskipun Si Aspal enggak bau, tetap aja hal itu bikin gue risih. Tapi pandangan gue masih berputar-putar, rasanya belum sanggup buat jalan.
“Lo mau gue antar sampai kamar atau-“
Tiba-tiba dia berhenti. Atau? Atau apa?
Gue melepas pandangan dari dagunya yang lancip, menoleh ke samping. Heksa sedang berdiri disana, memasukan kedua tangan ke kantong celana. Dapat gue rasakan tubuh Si Aspal yang menegang, dengan jantung bertempo cepat. Atau justru itu detak jantung gue?
“Saya mau bicara dengan Nyx.” ujarnya tanpa intonasi.
Si Aspal langsung kelihatan serba salah. Dia membasahi bibir, sebelum menjawab, “Barusan dia mau pingsan.”
“Gak papa, turunin gue.” kata gue spontan.
Dengan pelan satu tangannya diposisikan lebih rendah, sementara gue memantapkan kaki memijak tanah. Bukan lebay, tapi gue memang sungguhan pusing. Seluruh benda nampak berputar dan itu yang bikin mau muntah. Belum sempat berdiri sepenuhnya, gue kembali melayang. Sadar kali ini pindah gendongan ke tangan Heksa.
“Kamu kembali latihan.” perintahnya pada Si Aspal, yang langsung dituruti oleh cowok itu.
Gue mengawasi Si Aspal yang berlari menjauh, lantas mendongak menatap Heksa. ”Mau ngomong apa?”

KAMU SEDANG MEMBACA
REMBAS [Tamat]
RomanceCover by @achielll ________________________________ (Spin off dari 'Halaman Terakhir') Catatan : Mengandung kekerasan dan kata-kata kasar. Apakah ada orang yang seneng di drop out dari sekolah? Ada, jawabannya adalah gue. Tapi di DO dengan keadaan...