Morning sickness makin rutin nyambut gue saat bangun tidur. Terlebih, beberapa hari belakangan- tepatnya setelah perjodohan itu, gue enggak bisa berhenti mikirin Heksa. Dan lagi, orang-orang jadi hobi gosipin pernikahan mereka. Bertanya-tanya akan se-keren apa acaranya. Wajah dia sama Aveline terus berputar-putar, bikin gue makin puyeng.
Perekrutan anggota sudah dihentikan dari tiga hari yang lalu. Jadi setelah latihan fisik, gue cuma nongkrong gabut di halaman markas, nunggu tugas dari Miko. Itupun kalau ada tugas, kalau enggak paling nontonin anggota cowok latihan. Tapi pagi ini, Della berinisiatif ngajak gue dan Cellin tarung di aula. Gue setuju, lalu kita ketemu sehabis latihan fisik.
“Siapa duluan?” tanya Cellin langsung.
“Della aja, hehe.” Gue ngeri kalau cewek macho itu sudah mengepalkan tangan. Apalagi dia pakai kaos tanpa lengan yang memperlihatkan ototnya.
“Ayo, Del.”
Della ngelirik sinis ke arah gue. “Setan, lo.”
Dengan enggak tahu diri gue ngangkat dua jari, peace. Lantas mulai mundur untuk memberikan mereka ruang. Meskipun sudah sering nonton cewek-cewek disini berantem, gue masih selalu terpesona. Berulang kali gue merasa masuk ke dunia hollywood.
“Della! Cellin! Della! Cellin! Semangat!” Gue jingkrak-jingkrak sambil tepuk tangan. Berhubung hanya ada kita bertiga, jadi gue bebas petakilan. Terlebih kata Della, aula ini kedap suara.
Della maju duluan, Cellin berhasil menghindar. Gantian Cellin yang balas pukulan, Della langsung ngasih tangkisan. Mereka nyaris seimbang. Dari awal masuk, gue akui Cellin memang jago. Tapi tetap aja ada kelemahannya, di lengan kiri. Kalau gue perhatikan, setiap kali Della nyerang tubuh bagian kirinya, dia suka kesusahan.
Siapa yang nyangka di akhir malah Della yang tumbang. Bogeman Cellin lolos dari pengawasan dia, dan berakhir di rahangnya yang mulus.
“Lo gak papa, Del? Sakit gak?” Cellin langsung mendekat, mengulurkan tangan.
Gue ikut mendekat sementara Della menerima uluran tangannya. “Gak papa, sih. Tapi lumayan sakit.”
“Sorry, ya.” Itulah Cellin. Meskipun tampangnya seram, tapi hatinya lembuuutttt kayak marshmallow.
“Ah udahlah, Della kan cewek perkasa.” Gue ketawa pelan.
Della ngasih cengiran sebagai respons. Gantian dia yang mundur dan gue mulai fokus. Cellin langsung masang kuda-kuda. Gue narik napas panjang. Dalam hitungan detik pertarungan dimulai. Gue berhasil bertahan, sambil berusaha menyerang bagian kirinya. Tapi sial, kelemahan gue jauh lebih banyak. Maka enggak butuh waktu lama, Cellin berhasil menang.
“Kuda-kuda lo kurang kuat.” komentar Della.
Gue ngelap keringat di kening, langsung mengangguk. Habis itu kita bertiga duduk selonjoran di atas lantai.
“Pertahanan bagian kiri gue masih lemah, ya?” tanya Cellin di sebelah gue.
Tanpa ragu gue ngangguk. “Masih kelihatan jelas lo kewalahan tiap diserang bagian kiri.”
“Kalo gue, apa yang perlu diperbaiki?” giliran Della yang nanya.
Cellin menjawab, “Lo kurang berani nyerang.”
Della ngangguk-ngangguk. Begitu juga gue yang merasa setuju dengan pendapatnya.
Beberapa saat istirahat, Della sama Cellin sudah beranjak. Mereka ngajak balik ke kamar, menyudahi latihan. Gue baru akan berdiri saat pintu aula terbuka. Siluet cowok tinggi tegap berdiri di sana.
“Ada Nyx?” dia bersuara.
Karena terlalu syok, gue nahan napas. Walau hanya dua kata, gue hafal, itu Heksa.

KAMU SEDANG MEMBACA
REMBAS [Tamat]
RomanceCover by @achielll ________________________________ (Spin off dari 'Halaman Terakhir') Catatan : Mengandung kekerasan dan kata-kata kasar. Apakah ada orang yang seneng di drop out dari sekolah? Ada, jawabannya adalah gue. Tapi di DO dengan keadaan...