15 | GANDEWA - ANTASENA - GAHARA

1.3K 91 5
                                    

“Lo- yang waktu itu dihukum push up, kan?”

Uh sial, kesalahan orang memang selalu gampang diingat. Untung gue enggak tahu malu dan dengan santai balas pakai senyum simpul.

“Jadi body guard Heksa sekarang?"

Gue lagi memikirkan jawaban, tapi Heksa menginterupsi, “Perekrutan masih berjalan?” tanyanya,  melenceng jauh dari fokus obrolan tadi.

Agra mengernyitkan alis. “Gak lah, Om Margana kan nyuruh buat berhenti.”

“Mulai besok lakukan lagi.”

“Serius, Sa?” Dia kelihatan agak kaget.

Heksa mengangguk mantap. “Jangan kirim ke markas utama. Ujian laksanakan disini saja.”

“Kalau gak dikirim ke markas utama, pelantikan mereka gak sah, kan?”

Gue di sini mirip orang linglung. Berdiri di sebelah Heksa sambil berusaha mencerna obrolan mereka.

“Buat jajaran keanggotaan baru. Sifat mereka semi anggota. Kalau keadaan memungkikan, nanti mereka dilantik di markas utama. Baru bisa disebut anggota resmi.” Heksa menjelaskan dengan datar.

Agra mengusap tengkuknya. “Terus Om Margana, gimana?”

“Saya rasa Papa gak akan mengontrol. Sekalipun tahu, enggak akan jadi masalah.”

“Heran gue, lo kan mau kawin, gak usah urusin geng dulu lah.”

Heksa menyugar rambutnya, tanpa merespons apapun.

“Atau jangan-jangan, lo lagi ngerencanain sesuatu?” Tatapan Agra menjadi penuh selidik.

“Seperti kata papa, setidaknya kita harus punya tiga rencana. Jadi, saya sedang merancangnya.”

“Tapi kan kali ini udah jelas. Lo tinggal duduk manis di pelaminan. Atau oh- gila,” Mendadak mata Agra membesar. “lo mau kabur dari perjodohan?”

Diamnya Heksa menandakan jawaban iya. Gue menunggu-nunggu ledakan dari Agra. Tapi yang menjadi respons nya malah ketawa terbahak.

“Lo dari dulu emang pemberontak ya, Sa. Bangga gue punya sepupu kayak lo.” Masih tertawa, Agra menepuk-nepuk bahu Heksa.

Sepupu? Gue menatap mereka bergantian. Enggak ada sedikit pun kemiripan. Tapi kalau Agra menyebut Tuan Gandewa dengan sebutan ‘Om’, jelas lah mereka bersaudara.

Setelah ketawa Agra berhenti, tatapannya kembali berubah serius. “Kalo perjodohan batal, berarti Gahara bakal nyerang?”

Gue mulai mencatat pertanyaan di otak. Gahara itu siapa? Dan apa hubungannya dengan perjodohan?

Heksa menghela napas berat.”Kemungkinannya iya.”

“Lo yakin kita siap lawan mereka?”

“Makanya kita harus terus melakukan perekrutan.”

Agra menggeleng. “Anggota aja gak cukup. Kita harus siapin strategi juga, Sa. Lo kan tau Gahara itu bayangan, bahaya kalo kita cuma mengandalkan jumlah anggota.”

Heksa termenung beberapa saat. Keningnya berkerut, tanda berpikir. “Saya akan pikirkan nanti. Sekarang, fokus pada penambahan jumlah anggota dulu.”

Walau kelihatan ragu, Agra akhirnya mengangguk juga. “Gue bakal mulai besok.”

“Kalau begitu, saya pulang sekarang.”

“Eh langsung cabut? Masuk dulu kali,” Dagunya mengayun ke arah pintu.

Bukannya jawab, Heksa noleh ke gue seolah meminta jawaban. Gue angkat bahu, toh niat ke sini mau menemani Heksa.

REMBAS [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang