“Ayo cepet kumpul!” teriak Della di tengah lapang latihan. Dia berkacak pinggang, menatap galak setiap anggota cewek.
Gue berdiri di pinggir, di bawah pohon. Sial banget, Della enggak ngizinin gue latihan. Dia bilang, “Gak Nyx, lo gak boleh ikutan. Heksa udah wanti-wanti gue soalnya. Gue gak mau kena marah dia.”
Jadi semua ini berasal dari Heksa. Dia yang melarang gue latihan. Bahkan sudah menyuruh setiap anggota inti biar enggak mengizinkan gue ikut.
“Pemanasan singkat aja, latihannya bentar, kok.” Della mengintruksi lagi.
Gue mendesah keras-keras. Mengamati anggota cewek yang mulai berkumpul membentuk lingkaran, dengan Della sebagai pusatnya. Mereka mulai menghitung dengan semangat, “Tujuh, delapan... Dua, dua, tiga empat-“
“Nyx,”
Gue terperanjat. Begitu menoleh ke kiri-kanan, gue hanya mendapati tempat kosong.
Apa? Siapa?
“Nyx,” panggilnya lagi. Suara yang begitu asing.
Setengah merinding, gue berbalik. “Sialan,” Cuma anggota cowok yang entah siapa namanya.
“Heksa mau ketemu sama lo.” kata dia.
Gue menaikkan alis. “Heksa? Kenapa gak Heksanya yang kesini?”
Cowok itu angkat bahu. “Dia nyuruh lo ke gerbang rumah Gandewa.”
Mata gue menyipit, mencari kejujuran di raut wajahnya. Tapi dia keburu balik kanan, berjalan menjauh. Akhirnya, setelah menghela napas singkat, gue melangkah ke tempat yang dia maksud.
Markas nyaris kosong. Anggota-anggota lagi sibuk latihan sore, sebagai perwujudan dari hasil rapat tadi. Mereka sama sekali enggak mengeluh dan kelihatan antusias saja. Sayang gue cuma bisa lihat dari jauh, padahal makin sini latihan jadi seru.
Sekalian lewat, gue ngintip dari balik pagar rendah lapang cowok. Memindai sekilas anggotanya, gue enggak berhasil menemukan Heksa. Berarti benar, dia memang mau ketemu dengan gue di gerbang penghubung rumah Gandewa. Meskipun hal itu cukup mengherankan juga, karena biasanya Heksa langsung nyamperin gue.
Kurang dari dua menit, gerbang hitam itu sudah menjulang di depan. Satu sisinya terbuka sedikit, memberi celah untuk masuk. Kenapa gue jadi deg-degan, ya?
“Heksa?” Gue berseru dengan nada sedang.
Suara gue memantul tanpa ada jawaban. Menggigit bibir singkat, gue memantapkan diri buat masuk. Berada selangkah di dalam, Heksa enggak ada.
“Sa?” Gue mencoba lagi.
Saat itulah gerbang seakan menutup sendiri. Hingga kemudian menampilkan Tuan Gandewa yang berdiri dengan kedua tangan di saku. Tatapan tajamnya langsung menusuk gue tanpa ampun.
Lutut gue lemas. Bukannya Heksa yang menjanjikan ketemu di sini?
“Saya yang menyuruh kamu ke sini.” kata Tuan Gandewa, seolah menjawab pertanyaan baru saja terbersit.
Jebakan. Gue tertawa dalam hati. Merasa bodoh karena percaya saja Heksa menyuruh gue datang sendirian ke rumahnya.
“Ada yang perlu saya bicarakan,” ujarnya.
Gue menahan diri biar tetap diam begitu Tuan Gandewa mendekat selangkah. Matanya enggak lepas dari gue barang sedetik pun. Baru kali ini gue sendirian menghadapi aura dinginnya. Gue butuh Heksa. Tolong ... .
“Kamu mungkin sudah menduga, apa yang ingin saya bicarakan?”
Tadinya gue enggan menjawab. Tapi Tuan Gandewa kelihatan menunggu, menuntut gue untuk bicara. “Soal Heksa?” tebak gue.

KAMU SEDANG MEMBACA
REMBAS [Tamat]
RomanceCover by @achielll ________________________________ (Spin off dari 'Halaman Terakhir') Catatan : Mengandung kekerasan dan kata-kata kasar. Apakah ada orang yang seneng di drop out dari sekolah? Ada, jawabannya adalah gue. Tapi di DO dengan keadaan...