Extra Part 👶

2.1K 91 47
                                    

Maaf ya baru terwujud sekarang:(

••••••••

"Ih bau! Kamu belum mandi, ya?!" Lengkingan tajam sekaligus tuduhan dari telunjuk gue bikin Heksa terperanjat.

Dia menatap gak terima. "Apa? Saya sudah mandi barusan."

"Ya tapi masih bau! Pake parfum sana!"

"Sudah."

"Pake lagi!"

Niat Heksa buat meluk gue jadi urung. Seperti biasa, dia menghela napas sabar, mengalah dengan berjalan ke meja rias (perabot yang sengaja gue tambahkan di paviliunnya). Disemprotkannya parfum di beberapa bagian lagi sebelum kembali mendekati gue di sofa. Tapi bukannya jadi harum, aroma Heksa bikin gue makin enek. Spontan gue mendorongnya, lantas berlari ke kamar mandi. Di wastafel, gue muntah-muntah.

"Nyx," panggil Heksa cemas.

Perut gue berasa diaduk, mual.

"Kamu gak papa? Saya masuk, ya?"

"Jangan!" balas gue dengan teriak.

Sampai gue selesai dan membasuh wajah, Heksa tetap menunggu di depan pintu. Dia menjauh begitu gue keluar, seakan sadar karenanya gue jadi begini. Bahkan ketika gue menuju dapur buat ngambil minum, Heksa tetap jaga jarak.

"Nyx, bukannya kamu suka parfum yang saya pakai?"

Gue meminum segelas air hingga tandas. "Sebelumnya iya. Tapi sekarang jadi bau."

Heksa mendesah. Dia berdiri menyandar, sambil menatap gue dengan khawatir. "Kamu sakit mungkin?"

"Gak tau."

"Kita ke dokter saja, ya?"

"Gak mau."

"Panggil Suster Rara?"

"Jangan."

Dari wajahnya, bibit-bibit frustasi mulai muncul. "Lalu bagaimana? Saya takut kamu kenapa-napa."

"Jangan ke Suster Rara. Ke Mbak Ning aja, minta buah-buahan sama bumbu rujak. Aku pengen yang pedes-pedes."

"Tapi barusan kamu muntah. Nanti lambungnya makin bermasalah."

Dengan kesal gue menaruh gelas. "Kalo kamu gak mau, biar aku aja yang ke Mbak Ning."

"Nyx," Heksa mencekal tangan.

Gue menepisnya. "Ih, jangan deket-deket!"

Heksa mundur secara refleks. Dia menatap bingung. Kelihatan serba salah. "Ya sudah, saya ke Mbak Ning sekarang."

"Eh, satu lagi!"

"Apa?"

"Minta mentahannya aja. Aku mau kamu yang bikinnya."

Mungkin karena sudah malas mendebat, Heksa cuma bergumam gak jelas. Dia segera keluar, sementara gue terkekeh geli.

🏹🏹🏹

Gue tertawa-tawa melihat Heksa bersila di lantai. Di depannya ada cobek, beserta seperangkat bumbu rujak dan buah-buahan segar. Sedangkan gue duduk nyaman di sofa, memerintah sambil memberi arahan.

"Setelah ini apa?"

"Ulek dulu sampe agak halus. Itu cabe rawitnya masih gede banget. Kacangnya juga sama."

Heksa berdecak.

"Ih pelan-pelan dong! Nanti cobeknya pecah, mau Mbak Ning marah?"

"Kalau begitu, kamu saja yang buat." Nah, mulai kesal dia.

REMBAS [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang