Sentuhan telapak kasar dan dingin mengusik gue dari kegelapan. Dengan malas gue melepaskan diri dari kedamaian tidur yang gelap tanpa mimpi, dan mencoba membuka mata. Gue memicing, menyesuaikan cahaya yang masuk. Setelah terbiasa, baru gue bisa melihat sekitar dan langsung membelalak-
"Heksa!"
Heksa melebarkan tangannya, menangkap gue yang nyambar tubuh dia. Aroma sabun langsung nusuk hidung. Kulitnya yang dingin, justru ngasih keseimbangan karena gue agak kegerahan.
"Maaf saya baru pulang. Kamu baik-baik saja?"
Gue mengangguk-ngangguk di dalam pelukannya. "Lo sendiri gak papa, kan?"
Heksa mencium puncak kepala, lalu membelai rambut gue. "Saya enggak apa-apa."
Untuk memastikan, gue melepas pelukan. Dalam jarak dekat, gue meneliti wajah, lalu tubuhnya. 'Gak papa' yang dimaksud itu adalah dia tetap selamat dan hidup. Padahal sebenarnya, ada lecet di pipi dan memar di buku-buku jarinya. Tapi itu memang gak pantas dikeluhkan.
"Lo baru pulang?"
Sejumput rambut Heksa yang basah jatuh ke dahi. "Sudah dari tadi. Saya sudah mandi, lalu makan."
"Luka lo udah diobatin?"
"Sudah, sama nenek."
Gue mengangguk senang, sementara diam-diam teringat belati Nyonya Rokaya. Ternyata belati itu masih tersimpan di kantong celana depan. Gue meraba-raba dan lega bentuknya tetap terasa seperti pertama memegang.
"Saya mengganggu kamu tidur?" tanya Heksa dengan senyum.
"Enggak lah," balas gue. "Gue udah nunggu lo."
"Itulah yang membuat saya ingin segera pulang, dengan selamat," ujarnya dengan nada yang kedengaran begitu manis.
Nyaris saja gue terbuai, namun keburu ingat Ryan. Tujuan Heksa pergi kan mau menyelamatkan Ryan. Seakan diserang kenyataan baru, gue mendadak merinding. Dengan hati-hati, gue bertanya, "Jadi, gimana hasilnya?"
Heksa gak langsung menjawab. Dia membasahi bibirnya seolah ngambil ancang-ancang. Sikap dia yang kayak gitu jadi bikin penasaran.
"Ryan masih hidup, kan, Sa?" desak gue.
Demi menjawab pertanyaan dan harapan gue, Heksa mengangguk. Satu anggukan yang ngasih berkali-kali lipat rasa senang. "Ya, Ryan masih hidup. Sekarang dia ada disini, sedang diobati."
Gelontoran bahagia sontak membumbung di langit-langit kamar yang pendek. Pagi tadi Ryan dinyatakan meninggal, tau-tau sekarang ditemukan hidup. Hal itu seakan nambah daftar kenyataan yang bikin perasaan kayak roller coaster. Meskipun gak begitu dekat, bagi gue Ryan adalah cowok yang baik. Dan lagi pula, anggota inti sudah gue anggap keluarga sendiri.
"Gue bisa liat dia sekarang?"
"Sepertinya tidak," Heksa menggeleng, agak menyesal. "Kondisi Ryan belum stabil. Mungkin besok pagi, kita coba bicara dengan dia."
Gue mendesah kecewa. "Oke,"
Sembari bersandar ke headboard, Heksa tersenyum sabar. "Jadi, selama saya pergi, apa yang kamu lakukan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
REMBAS [Tamat]
RomanceCover by @achielll ________________________________ (Spin off dari 'Halaman Terakhir') Catatan : Mengandung kekerasan dan kata-kata kasar. Apakah ada orang yang seneng di drop out dari sekolah? Ada, jawabannya adalah gue. Tapi di DO dengan keadaan...