11 | NUMPANG TIDUR

1.5K 102 9
                                    

“Kenapa lo bawa gue ke sini?” Gue dan Heksa duduk berhadapan di atas karpet bulu, di dalam paviliunnya.

“Karena di dapur banyak orang.”

“Lo malu kalo banyak orang?” Gue cengar-cengir tolol.

Heksa menggeleng. “Bahaya aja.”

“Bahaya?” tanpa sadar gue mencondongkan tubuh. Itu tanda penasaran.

Dia enggak merespons dan malah menyodorkan mangkuk berisi es. “Mau obatin saya?”

Akhirnya gue enggak menggubris pertanyaan tadi. Lebih memilih mengangguk, mengambil alih mangkuknya. “Deketan.”

Tanpa protes, Heksa memperpendek jarak duduk kita. Dia pasrahkan wajahnya yang super duper ganteng itu untuk disiksa oleh tangan gue.

“Emangnya abis berantem sama siapa?” Sambil nanya, tangan gue ngambil es batu, membungkusnya dengan handuk.

“Preman sekitar. Tadi mereka bikin kerusuhan.” Heksa meringis kecil saat handuk itu gue tempelkan ke sudut bibirnya. Sementara tatapannya tepat nusuk lensa mata gue.

Tiba-tiba gue merasa terhipnotis. Seandainya ada yang rela nge-shoot adegan ini, terus nambahin backsound romantis, gue yakin bisa bikin baper semua yang nonton. Gue, jatuh cinta sama Heksa untuk yang ke sekian kalinya. Iris mata hazelnya yang berpendar lembut, kelihatan semakin indah dibanding dulu. Tulang pipinya lebih menonjol, disangga oleh rahangnya yang tegas. Heksa berkali-kali jauh lebih dewasa daripada setahun lalu.

“Sa, tau gak? Lo tuh banyak berubah.”

Heksa ngangkat alis, setidaknya respons ini tetep sama dari dulu.

“Lo lebih dingin, keras dan kasar dari yang gue inget. Tapi lebih... hehehe,” gue menjeda dengan cengiran, “lebih ganteng.”

Wajah putihnya memerah. Dia melipat bibir tanda nahan senyum.

“Baper ya gue bilang ganteng?”

“Emang saya ganteng?”

Gue ngangguk.

“Beneran?”

“Iyaaa,"

“Masa?” Ekspresinya dibuat polos-polos goblok.

“Bodooo!” Saking gemesnya gue tekan handuk itu sampai Heksa mengaduh.

“Sakit,”

Gue ketawa tanpa dosa. “Sorry,”

“Udahlah, sama saya aja.” Tangannya terulur, merebut handuk di tangan gue tapi enggak berhasil.

“Gak mau! Diem ah, Sa, jangan rebut-rebut gitu.”

Heksa cemberut tapi gue tau dia enggak beneran marah. Sebaliknya, matanya malah menelisik bagian wajah gue yang jujur aja jadi enggak terawat sejak tinggal disini. Maklum dong, gue enggak lagi mengenal skincare. Paling banter pakai face wash punya Della.

“Yang kemarin malam, terima kasih, ya.”

Gue simpan handuk ke mangkuk, terus miringin kepala. “Makasih buat?”

REMBAS [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang