"Heksaaa, gue pusing. Udahan dulu, ya." Gue merengek.
Si cowok berkaca mata yang masih melototin buku itu tetap enggak nyaut.
"Saaa," Gue mencoba lagi. Jangan pikir gue manja. Bayangin aja, sejak beberapa jam yang lalu gue duduk di ruang belajar Heksa. Di kelilingi tumpukan buku, tebaran rumus-rumus, lautan angka-angka, tanpa sedetik pun istirahat.
"Katanya mau juara umum, jangan males-malesan, dong." jawab dia datar.
"Tapi kan udah lama banget kita belajar, Sa. Berapa jam coba?"
"Baru dua jam, gak seberapa."
"Dua jam itu lamaa, bikin kepala mau meledak."
"Saya belajar enam jam, enggak meledak tuh."
"Otak gue kan gak sepinter lo." Sebel lama-lama.
Heksa natap gue dingin. "Otak kita sama, kamu gak gunain secara maksimal aja."
Ah percuma debat sama robot satu ini, enggak akan menang. Gue pasrah nerima soal fisika lagi, ngerjain males-malesan.
"Dua kali empat masa enam?" Protes dia.
Gue cuma nyengir. "Gak konsen."
Heksa cuma menghela napas. Tatapannya datar, dingin. Tapi gue tau persis, jauh di dalam tatapan itu dia menyimpan berjuta-juta stok kesabaran, yang khusus ditujukan buat gue. Juga rasa sayang yang sejujurnya memang jarang ditunjukkan sama kata-kata.
"Saya peduli sama kamu, makanya saya begini." kata dia pelan.
"Gue ngerti, makasih ya."
Heksa senyum tipis. "Nih, minum dulu."
Gue nerima segelas air putih dari dia, minum setengahnya. Habis itu, kembali lagi ke kertas soal. "Sa, kalo yang gini gue belum ngerti."
KAMU SEDANG MEMBACA
REMBAS [Tamat]
RomanceCover by @achielll ________________________________ (Spin off dari 'Halaman Terakhir') Catatan : Mengandung kekerasan dan kata-kata kasar. Apakah ada orang yang seneng di drop out dari sekolah? Ada, jawabannya adalah gue. Tapi di DO dengan keadaan...