“Ikut saya.” perintahnya.
Seperti biasa, gue lemah di depan Heksa.
Si Aspal enggak berani berkutik dan memilih pura-pura acuh pada perlakuan Heksa. Menjauhi teras depan, Heksa membawa gue ke halaman samping, dimana ada kolam renang luas. Tangannya masih menggenggam dengan lembut, membimbing melewati batuan kecil seperti jalan setapak ke sebuah cahaya di balik pepohonan rimbun. Ternyata, ada paviliun mungil yang terkesan begitu hangat.
Selagi membuka kunci paviliunnya, pegangan Heksa terlepas. Gue memperhatikan sekitar dan cukup yakin enggak ada orang. Teringat kalau Miko memang enggak menempatkan penjagaan sama sekali di bagian bangunan ini.
“Masuk,” Suaranya lebih lembut daripada tadi.
Bagian dalam paviliun tidak jauh dari kenampakkan luarnya. Hangat, nyaman, dan minimalis. Tanda-tanda Si Kutu Buku masih jelas terasa, karena ada satu sisi ruangan yang sengaja ditempeli rak penuh buku, dengan single sofa di sebelahnya.“Nyx...”
Kembali, gue tersadar sedang bersama Heksa. Saat berbalik, gue mendapatkan tatapannya yang intens. Dia mendekat, sementara gue menunggu apapun yang ingin dia ucapkan. Tapi yang dia lakukan malah membuka jas hitamnya, lantas menyelimutkan ke tubuh gue.
“Jangan terlalu terbuka.”
Ada sesuatu yang menusuk-nusuk dada gue. Seolah memberi hukuman pada dosa pengkhianatan yang udah gue lakukan. Gue jauh lebih liar daripada yang dia tau. Jauh lebih terbuka dari ini. Gue hamil, Sa.
“Saya kangen,” katanya, masih dengan tatapan lekat.
Gue makin teriris. Rasa sakit bercampur kelegaan membuat gue enggak bisa lagi menahan air mata. Heksa langsung mengusap pipi gue. Perlahan kita berpelukan. Entah perasaan gue aja atau memang benar, beberapa kali Heksa sempet sesegukan. Dia mengecup puncak kepala gue berulang-ulang. Bikin gue terkekeh, sejak kapan dia bisa romantis kayak gini?
“Banyak hal terjadi setahun ke belakang, Nyx.” ujarnya serak. “Kehidupan saya berputar seratus delapan puluh derajat dan saya enggak bisa menolak.”
Gue mencengkeram kemejanya. Makin yakin kalau dia nangis.
“Sekarang kamu sudah tau saya siapa.”
“Lo kenapa gak terus terang sama gue, sih?” Rasa marah yang harusnya keluar lewat umpatan malah berwujud suara parau. Hati gue sakit. Selama ini hidup dalam kebohongan Heksa, soal dia tinggal bareng tantenya karena orang tuanya udah meninggal.
“Gak semudah itu, Nyx. Saya takut kamu menjauh.” Tangan besar Heksa bersarang di tengkuk gue, mengelusnya perlahan.
“Menjauh? Gak akan, Sa. Gue bukan pengecut, mana mungkin kalah cuma karena hal kayak gitu.”
“Tapi pasti ada yang beda. Ada yang kamu khawatirkan, ada ketakutan. Seandainya kamu tau, waktu kebersamaan kita gak akan se-sempurna dulu.”
Sayangnya Heksa benar. Gue pasti akan diliputi perasaan cemas karena status Heksa yang enggak biasa.
“Kenapa kamu ada di sini? Saya bingung harus senang atau sedih. Saya jelas mau ketemu kamu lagi, tapi bukan di tempat terkutuk ini.”
Mendengar pernyataannya gue mendongak. “Terkutuk?”
“Saya mau seperti remaja normal lain. Sekolah, kuliah, kerja. Bukan dapat kutukan abadi sebagai pewaris Gandewa.”
“Sekarang gue kan ada di sini, Sa.
“Justru itu,” Heksa memudarkan pelukannya. “karena saya enggak akan bisa lepas dari kutukan ini, saya mau kamu pulang.”
“Pulang?” Gue refleks menyentak tubuhnya. Noda hitam dari maskara gue yang luntur tersisa di kemejanya yang putih.
”Di sini terlalu berbahaya, Nyx.”
“Lo gak sayang sama gue? Lo gak mau lihat gue?” Inginnya gue mengucapkan ini dengan nada tinggi. Sialnya, yang keluar malah berupa lirihan.
“Saya sayang sekali sama kamu, makanya saya mau kamu baik-baik aja.”
“Ada di luar sana pun gak menjamin gue baik-baik aja.” balas gue tegas. Buktinya sekarang hidup gue malah hancur. Dan lagipula, apa yang mesti gue takutkan selama bareng sama Heksa?
“Setidaknya di kehidupan kamu yang dulu ada harapan. Di sini tidak. Mengertilah, Nyx...”
“Gue gak ngerti.” Gue jelas berbohong.
Heksa menghela napas panjang sementara gue duduk di tepi kasurnya. Kecanggungan yang menyelimuti setelahnya bikin gue muak. Biasanya gue meledak-ledak. Tapi entah kenapa malam ini gue malah nangis. Padahal gue enggak se-mellow ini. Apa karena pengaruh kehamilan?
Dari ekor mata, gue lihat Heksa masih berdiri di tempatnya. Mungkin ragu buat mendekat. Atau bisa jadi dia enggak tau cara memperlakukan cewek yang ngambek sambil nangis. Yang dia lakukan kemudian adalah membuka kancing kemejanya satu persatu. Lantas berbalik sebelum gue bisa lihat perut kotak-kotaknya. Dari lemari, dia ngambil kemeja putih lagi. Kemeja kotornya, dia lempar ke tengah kasur.
Perhatian gue terfokus ke punggungnya. Ada tato panah yang mirip kayak di punggung gue. Bedanya, ukuran tato Heksa jauh lebih besar, hampir memenuhi seluruh punggungnya.
“Itu, lo sendiri yang minta?” tanya gue spontan. Sial. Gue lupa kalau lagi marah.
Heksa menoleh setelah memakai kemejanya kembali. “Apa?”
“Tato di punggung lo.” lanjut gue, terlanjur penasaran.
Dia menggeleng singkat. “Dipaksa. Setiap calon pemimpin Gandewa harus punya.”
"Lo harus ikut ujian anggota juga?"
"Lebih dari itu. Saya harus menjalani serangkaian latihan ketat, selama enam bulan. Setelah itu, dua bulan penuh melalui ujian yang diberikan papa."
Gue terlalu ngeri buat bertanya hal-hal yang lain lagi. Jelas kalau Heksa bilang ini kutukan. Dia bukan tipe cowok yang suka berantem. Paling anti sama yang namanya geng. Tapi sekarang, mau gak mau harus meneruskan kepemimpinan ayahnya sendiri.
“Kamu kalau mau disini dulu, kunci aja pintunya.”
“Gue mau jaga lagi.” sahut gue cepat. Langsung berdiri dan mengembalikan jas hitam miliknya. “Orang-orang bakal curiga kalau gue pakai ini.”
Sesaat, Heksa natap bagian atas tubuh gue yang cukup terbuka. Kelihatan berat hati dia menerima jasnya kembali.
“Gue bisa jaga diri, kalau itu yang bikin lo khawatir.”
Dia enggak bicara apapun lagi. Kita sama-sama menuju pintu. Selesai memutar kunci, dia menghadap gue. “Pertimbangkan untuk pulang, Nyx.”
Gue menggeleng. “Gue akan tetap di sini. Lo gak usah terlalu terpengaruh oleh kehadiran gue. Anggap aja gue sama kayak Della, dan gue akan anggap lo selayaknya ke Miko..”
Pandangan Heksa menggelap.
Dengan cepat gue mencium pipinya dan berlari dari paviliun.
Bersambung...
°°°°°
Makasih yang udah mampir❤ Sedang diusahakan untuk up tiap hari, semoga aja bisa ya;)

KAMU SEDANG MEMBACA
REMBAS [Tamat]
RomanceCover by @achielll ________________________________ (Spin off dari 'Halaman Terakhir') Catatan : Mengandung kekerasan dan kata-kata kasar. Apakah ada orang yang seneng di drop out dari sekolah? Ada, jawabannya adalah gue. Tapi di DO dengan keadaan...