Hal Dua Puluh Lima

408 32 2
                                    

Happy Reading!!
Jangan lupa tekan bintang di pojokan!

Bel istirahat kedua sudah berbunyi sekitar semenit yang lalu. Itu menandakan bahwa sekarang adalah waktunya para siswa mengisi perutnya untuk bersiap menjalankan pelajaran kembali.

Begitupun dengan Via dan Riska. Untung dari jamkos sampai istirahat tak ada guru yang masuk. Jadi mereka tak perlu bersusah payah mencari alasan ini itu jika ditanyai tentang Alya.

"Kalian liat Alya gak?" pertanyaan Fikri tepat di depan Via dan Riska yang baru saja  keluar kelas hendak menuju kantin. Mereka bertatapan dan saling bingung akan menjawab apa.

"Ke WC". "Ke Fotocopyan" ucap mereka berdua bebarengan.

Fikri mengangkat kedua alisnya pertanda ia bingung harus mempercayai pernyataan yang mana.

"Eh maksudnya tadi tuh ke WC terus langsung ke Fotocopyan kak" tutur Via menjelaskan.

"Iya kak, ngomong-ngomong ada perlu apa nih? Ada salam atau mungkin nitip apa gitu biar nanti kita yang ngampein" Riska cengengesan.

"Gak ada. Tadi cuma mau ketemu. Ya sudah, makasih" Fikri meninggalkan keduanya tanpa senyum sedikitpun. Dengan ekspresi muka yang datar menjadi andalannya.

"Dih, cowok datar kok curut mau sih" Via bergidik ngeri membayangkan Fikri yang sama sekali tak memberi senyum.

"Ya lo taulah, curut kan udah mulai gak waras" pernyataan tersebut diangguki oleh Via.

Merekapun melanjutkan tujuan utama mereka yaitu ke kantin. Mereka sama sekali tak memikirkan Alya yang sedang bersenang-senang mungkin bersama Zharif.

»  »  »

Kini Zharif dan Alya telah sampai salah satu kedai kopi di daerah mereka. Zharif yang menggunakan kaos dan celana pendeknya. Sedangkan Alya memakai jaket dan sepatu kets milik Zharif supaya dirinya tak terlalu seperti anak sekolahan yang sedang bolos.

Dihadapan mereka sudah terpampang nyata dua cangkir cappucino latte dan beberapa makanan ringan yang tersedia disini. Sesuai persetujuan diantara mereka, Zharif yang akan membayar semua ini.

Hampir setengah jam sudah mereka menghabiskan waktu disini. Hanya sekedar membicarakan hal yang tidak berfaedah, seperti cara membolos yang cerdas agar tidak kena point.

Alya menunduk untuk membenarkan tali sepatunya. Dan ia kembali duduk seperti semula. Alya memasukkan kalung berliontin hati yang panahnya entah berada dimana pemiliknya tersebut. Ia masih memakai kalung itu. Berharap Ammar dapat menemuinya dan menyempurnakan liontinnya.

"Al, kalung lo?" Zharif masih memandang liontin kalung tersebut.

"Oh, ini dari temen kecil gue. Katanya kalo kita ketemu lagi dia bakalan nikahin gue. Cool kaga menurut lo?" Alya tersenyum kala ia mengingat kembali perkataan yang dilontarkan Rio tentang Ammar.

"Ternyata ada yang mau ya nikahin lo?" Zharif menyeruput cappucinonya perlahan

"Gue bakal nunggu Ka Ammar balik dan gue bakal nagih dia buat nikahin gue" tutur Alya cengengesan yang membuat Zharif tersedak.

"Kenapa lo kak? Gak suka banget" Alya menatap Zharif tak suka.

"Ya gak apa sih. Lagian lucu, lo kan udah punya Fikri. Kenapa masih nunggu yang gak pasti buat nikahin lo? Lagian lo juga masih bocah ingusan aja minta nikah."

Alya semakin kesal dibuatnya. Ia pun menendang kaki Zharif yabg berada tepat dihadapannya dengan keras sehingga yang punya kaki mengerang kesakitan.

"Gue sama Ka Fikri juga belom pasti. Gue belom tau gimana kelanjutannya." Ia mengaduk aduk cappucino yang masih sisa setengah itu.

Zharif mendengus kesal, sesi galau dimulai. "Elah, nakal aja berani, eh masalah cinta kok galau. Lemah lo" Alya menatap Zharif jengah.

Alya membuka ponselnya. Beberapa pesan masuk dari kedua sahabatnya hampir memenuhi aplikasi hijau tersebut. Tak lupa juga dari Fikri.

Fikri_NZ
Lo dimana? Tadi gue istirahat ke kelas lo katanya lo lagi fc. Terus balik gue tunggu di depan kelas juga lo gak ada.

Alya melongo membaca chat tersebut. Ia melirik jam tangannya, ternyata ini sudahjam pulang sekolah. Mau tak mau ia harus membalas pesan Fikri supaya Fikri tak curiga.

Alya_Safeera
Gue tadi udah balik duluan. Gue naik ojol . Maaf lo jadi nungguin gue.

Seteleh pesan terkirim dan mendapatkan ceklis dua biru. Itu pertanda bahwa Fikri sudah membacanya. "Kak pulang yok, nanti gue kena marah nyokap lagi kalo punya telat"

Zharif langsung membereskan barangnya dan segera menuju kasir untuk membayar. Begitupun Alya yang membuntuti Zharif dari belakang.

Zharif melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Jalanan sangat ramai untuk jam segini karena ini adalah waktu dimana para pekerja dan pelajar pulang ke rumah mereka.

Kecepatan motor Zharif semakin melambat kala di depannya terdapat lampu merah. Zharif menghentikan motornya yang berada tepat di belakang garis zebra cross.

"Kak, lo kaga baper kan jalan ama gue?" tanya Alya sedikit mencondongkan tubuhnya agar dekat dengan telinga Zharif.

"Ya kaga lah. Gue masih waras kali buat nyari tipe yang bener dikit gak kayak lo" Zharif mendapat cubitan yang keras dibagian lengannya hingga ia meringis.

"Ah resek lo"

Alya mengalihkan pandangan pada sekitar selama lampu masih berwarna merah. Ia seperti mengenali pengendara yang menggunakan motor gedenya yang berwarna merah dengan helm full face. Tapi ia tak asing dengan tatapan mata tersebut.

"Gue langsung anter lo pulang" tukas Zharif yang langsung melajukkan motornya setelah lampu berubah menjadi warna hijau.

"Ka Fikri" Alya bergumam. Fikri menyalip motor yang dinaikinya dan Zharif.

Thanks for readers.
Next part!!
10 January 2k20.

Cheerful Girl [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang