Happy Reading!!
Jangan lupa tekan bintang di pojokan!🌟
Alya duduk di depan laptopnya yang menampilkan layar dengan tulisan-tulisan kecil disana. Beberapa lembar kertas berserakan sampai di kasur. Hari ini, tugas dari dosennya begitu banyak. Belum lagi tugas kemarin yang masih belum selesai.
"Oh shit! Kenapa tugas hari ini banyak banget sih!" Ia mengacak rambutnya frustasi.
Rasanya baru kemarin ia berdebat dengan papanya mengenai kuliah di Amerika, namun sekarang dirinya sudah semester enam.
"Papa mau kamu kuliah di Amerika!" Azlan menegakkan punggungnya. Sedangkan Alin dan Rio hanya bisa terdiam atas keputusan yang baru saja dikeluarkan.
"Gak bisa gitu dong pah!" Alya, dirinya tak mau jika harus jauh dari keluarga.
"Kenapa? Bukannya papa sudah peringatkan kamu dari kelas X? Gak ada lagi alasan"
Rio, nampaknya ingin menyampaikan pendapatnya "Pah, coba papa pikir-pikir dulu. Alya kan cewe pah, emang papa tega liat Alya sendirian disana? Kalo boleh Alya masuk kampus Rio aja"
"Gak! Keputusan papa gak ada yang bisa di ganggu gugat!"
Rio mengelus rambut Alya yang nampak sedang frustasi. Kenapa sih? Kenapa papanya sebegitu ingin dirinya kuliah di Amerika. Apa karena hanya pengalaman?
Azlan dan Alin meninggalkan mereka berdua di ruang keluarga.
"Bang, masih mending gue LDR sama lo Jakarta-Bandung. Sama Ka Fikri Jakarta-Jogja. Terus gue bakalan LDR sama lo Amerika-Indonesia? Bang gue gak tau harus gimana lagi"
Alya melebur pada pelukan Rio. Rio memang tak tau pasti bagaimana perasaan Alya saat ini.
Drttt drttt
Getaran ponsel di meja belajar Alya membuyarkan lamunannya. Tertera nama teman sekelasnya yang sedang menghubunginya.
"Hallo?"
"..... "
"Ouww oke, I'll meet you at the college in the afternoon. Now I'm finishing my paper today"
Sambungan telfon terputus, Alya melemparkan ponselnya begitu saja di kasur. Dirinya pun ikut merebahkan diri. Menatap langit-langit kamar apartemennya yang berwarna putih. Ia teringat pertemuan terakhirnya sebelum berangkat ke Amerika dengan Ammar. Ya walaupun ia memang sering menghubungi Ammar, namun perbedaan waktu yang menjadikan ia harus pintar-pintar memilih situasi yang tepat.
"Eh lo udah disini aja beb" Ammar melemparkan tasnya dan duduk di sofa samping Alya
"Iya dong, gue kan nunggu kabar gembira dari yang abis UN. Gimana nih soalnya? Susah kaga?"
"Njir tanya soal ke gue, gue mah bodoamat" Ammar mengambil ponselnya dari saku celananya.
"Heh gak boleh gitu! Emang lo gak mau kuliah apa?"
"Ya Tuhan, cukup gue sekolah sampe SMA. Capek gue pelajaran mulu. Gue mau langsung kerja di perusahaan papa"
"Jadi paan lo? OB?"
"Mending lo pulang sekarang sebelum lo gue baku hantam" Ammar menatap tajam Alya yang sedang duduk di sampingnya.
"Gue bilangin mama baru tau rasa lo!"
"Diem deh lo, nurunin tingkat percaya diri gue aja"
Alya tersenyum mengingat kembali candaan itu. Walaupun masih sering becanda, namun rasanya berbeda karena terhalang jarak. Apalagi dengan hubungannya dengan Fikri. Ntahlah mau dibawa kemana. Terombang-ambing di atas udara. Melawan jarak, melawan pikiran negatif yang selalu menghantui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cheerful Girl [ENDING]
Teen Fiction[UDAH ENDING] PART-NYA BANYAK, TAROH AJA DI READING LIST KALIAN PROLOG Alya menghampiri keluarganya yang sudah duduk manis untuk melakukan makan malam. Disana ada mama, papa, serta kakak laki-lakinya. Makan malam sudah terlaksana. Alya pun memberan...