Happy Reading!
Jangan lupa tekan bintang di pojokan!✨
Hari-hari berlalu menjadi minggu. Berminggu-minggu pun sudah terlipat menjadi bulan. Sudah berbulan-bulan Alya lalui. Ketiga cowo itupun sekarang sudah menginjak tahun terakhir di sekolahnya.
Dua bulan yang lalu Rio dan kedua orang tuanya berangkat menuju Bandung untuk mengantarkan Rio kuliah.
"Lo baik-baik disini. Idup gue bakal tenang nih, begitu juga dengan lo. Jadi adek yang bisa banggain nama gue ya!" pesan terakhir Rio pada Alya sebelum dirinya masuk pada mobil.
Alya sengaja tidak ikut, karena ada beberapa urusan yang harus diselesaikannya.
"Bang maapin Alya ya kalo selama ini udah ganggu kehidupan abang. Alya makasih banyak karena selama ini udah mau dengerin Alya curhat, udah mau Alya usilin. Baik-baik ya bang, bikin papa menyesal karena tetep ngotot abang ke Amerika!"
Alya melebur ke pelukan Rio, ternyata seperti ini rasanya ditinggal orang yang disayangi.
Alya duduk pada balkon, biasanya dirinya duduk dengan Fikri dan Rio. Namun nyatanya sekarang ia sendirian. Mengharap ada sesosok makhluk apapun yang mau menemaninya.
"Argh! Sekali kehilangan bakalan tiga nih" Alya bermonolog sendiri.
Alya jadi teringat kencan terakhirnya dengan Fikri. Pada saat itulah dirinya menemukan Fikri kembali.
"Dah lama ya kita gak gini, ya karena ego kita masing-masing" ucap Alya memecah keheningan diantara mereka.
Fikri mengajak Alya duduk pada kursi yang tersedia. Di depan mereka terpampang jelas pasar malam yang begitu ramai. Fikri sengaja mengajak Alya kemari, karena dirinya hanya ingin kembali seperti dulu lagi.
"Gak usah dibahas lagi" Fikri menatap intens manik mata Alya, begitupun dengan Alya.
"Jangan berubah ya" Fikri menarik kepala Alya untuk bersenderan dipundaknya.
"Udah lama juga ya kak kita gak ngomongin teori alam semesta. Alya rasa malam ini bulan, bintang, awan, dan langit sedang bersahabat baik. Mereka berdampingan tanpa harus saling menutupi"
Alya menatap langit yang penuh dengan bintang malam itu.
"Iya, lo sekali kehilangan bakal tiga orang yah?" ledek Fikri pada Alya. Alya pun segera menyingkirkan kepalanya.
"Maksud kaka?"
"Iya, lo bakal kehilangan gebetan-gebetan lo sekaligus tiga. Kan gue, Denta, sama Ammar udah mau kelas 12. Dan kita bakal ninggalin lo sendiri di SMA. Gak ada lagi yang bakal ngajak lo mbolos kaya Ammar, kencan di taman bareng gue, terus lo dihukum Denta."
"Iya nih, rugi besar nih" Alya tertawa, begitupun dengan Fikri.
"Makannya lo nyari yang seangkatan dong, biar bisa nyemangatin pas UN" Fikri nampaknya sudah tak canggung jika harus meledek Alya.
"Udah yakin nih sama omongannya? Udah siap patah hati kayaknya" mereka berdua kembali tertawa. Alya rasa malam itu begitu hangat. Tak ada lagi marah dan dendam diantara mereka.
"Nanti kalo gue kuliah, lo jangan selingkuh ya" ucap Fikri nampaknya serius.
"Alya harus nanggapin ini serius atau becanda?" raut wajah meledek Alya masih terpancar jelas.
"Serius. Gue bakalan nungguin lo"
Kalimat itu berhasil memunculkan kembali opini tentang perasaannya pada Fikri. Alya tersenyum kala kalimat itu terngiang-ngiang di kepalanya.
Tapi ia tidak tahu akan kelanjutan kisahnya dengan Fikri. Memang nampaknya begitu manis ditunggu seseorang yang ia sayang, namun kita juga tak tahu dengan takdir Tuhan.
**
Waktu liburan ini Alya disibukkan dengan beberapa agenda. Pasalnya ia sedang mengerjakan suatu impian yang selama ini sangat ia impikan.Dirinya berdiri pada suatu tempat lebih tepatnya cafe bertema klasik dengan banyak lampu kecil menggantung diruangan itu.
Pintu dan jendela kaca hampir menghiasi pembatas antara dalam dan luar. Beberapa barang antik seperti jam dan piring hias lainnya pun nampak menggantung di ruangan itu.
Alya teringat saat dirinya tengah duduk di ruang keluarga rumahnya bersama Ammar.
"Ka, gue lagi bikin cafe." Ammar hanya berdeham dan masih terfokus pada ponselnya. Menurut Ammar Alya hanya membuat cafe pada games masak-masakan di ponselnya.
"Ka iih gue serius" Alyapun merebut ponsel milik Ammar.
"Iya sayang, apa sih? Udah berapa menu yang lo bikin" Ammar masih menganggap itu hanya sebuah bahan bercandaan belaka.
"Alya kemarin minjem uang papa 50 juta buat bikin cafe. Sekarang udah hampir 85% jadi" Ammar tentu saja dibuat melongo kala itu.
"Anjir, serius lo?"
"Seriuslah. Nanti kita kesana"
Alya merasa puas dengan hasil kerja kerasnya selama ini. Cafe yang ia banggakan telah jadi sempurna. Safeera Cafe itulah namanya. Disini banyak berbagai jenis makanan kekinian, dan tentunya mie. Berbagai spot foto yang instagrameble pun ada disini.
"Pagi semua" sapa Alya pada tujuh orang yang sudah ia percayai untuk mengelola cafe ini.
"Pagi"
"Bismillah, ini hari pertama kita akan memulai usaha ini. Dan Alya harap kalian tidak akan bosan disini. Disini tidak ada boss, jadi Alya nganggap kalian sebagai teman Alya. Kalian tak harus serius dan tertekan, bikin enjoy aja kerja disini. Ya itung-itung kalian lagi menjalani hobi."
Alya begitu senang, ia pun menarik nafas dalam-dalam.
"Oh iya, tenang aja kalian bakal tetep dapet uang seperti yang sudah disepakati. Ya walaupun Alya mendirikan ini dengan uang papa, yang berarti Alya hutang 50 juta. Tapi jika kita jalani ini dengan syukur, Alya yakin Alya dapet lunasin semua itu. Jadi kalian gak perlu khawatir."
"Dan Mas Edo, Alya beri tanggung jawab buat ngatur semuanya saat Alya sekolah. Ok. Lets start it!! Semangat!" semua pekerja Alya pun menempati posisi mereka masing masing.
Tulisan closed pada pintu diubah menjadi open. Alya tak menyangka, ini adalah awal dari mimpinya.
Galaksi Bimasakti
29 April 2020.
Thanks for readers!
Next part.
Sorry absurd, biar cepet kelar :v
KAMU SEDANG MEMBACA
Cheerful Girl [ENDING]
Teen Fiction[UDAH ENDING] PART-NYA BANYAK, TAROH AJA DI READING LIST KALIAN PROLOG Alya menghampiri keluarganya yang sudah duduk manis untuk melakukan makan malam. Disana ada mama, papa, serta kakak laki-lakinya. Makan malam sudah terlaksana. Alya pun memberan...