Hal Tiga Puluh Satu

391 28 1
                                    

Happy Reading
Jangan lupa tekan bintang di pojokan

Alya masih menangis sesenggukan. Ia memutuskan untuk turun ketimbang dirinya berada di rooftop. Takutnya ada setan yang membujuknya untuk bunuh diri. Semenjak Ammar pergi, Alya masih menunggunya. Ternyata Ammar tidak kembali, ah memang lelaki.

Alya menuruni anak tangga dengan lemahnya. Seperti tenaganya sudah tidak ada lagi. Sampailah pada tangga terakhir. Fikri berdiri dihadapan Alya ketika Alya hendak menuruni tangga yang terakhir ini.

Alya tak menghiraukan Fikri, dirinya terus menuruni tangga dengan letihnya.

"Mau gue bantu?" Fikri menyuara di belakangnya. Fikri tahu bila Alya usai menangis.

"Gak perlu, makasih" jawab Alya tanpa menengok ke belakang.

"Jangan mendekat kalo lo gak mau kenapa napa!!" kecam Alya pada Fikri yang hendak mendekatinya. Alya tak mau jika dirinya menyakiti hati Fikri lagi. Ia tak mau membuat orang yang ia sayangi sakit.

"Gue bilang jangan mendekat!!" Alya menghentikan langkahnya. Ia geram dengan Fikri, jiwa kerasnya meronta ronta. Ingin rasanya ia menonjok Fikri.

Alya berhenti namun tak melihat ke arah Fikri.
"Al, gue minta maaf" Fikri berusaha melangkahkan kaki mendekati Alya, namun.

"Lo gak denger apa?!! Gue bilang jangan mendekat!! Lo bisa mati sekarang!!" ucap Alya penuh penekanan. Sebenarnya ia tak setega itu membuat Fikri sampai mati.

Fikri mengalah, ia hanya bisa menatap punggung Alya dari jarang yang agak jauh. "Oke, gue gak mendekat. Gue minta maaf Al" pinta Fikri penuh harap.

"Lo gak salah, gue yang salah!" Alya menunduk. Ternyata ia memang tak bisa kasar dengan orang yang ia sayangi. Ah bulshit.

"Al, lo gak salah" Fikri meyakinkan Alya. Alya menatap Fikri dengan raut wajah yang meyakinkan.

"Gak! Gue yang salah. Gue terlalu egois, gue gak pernah mikirin perasaan lo. Gue terlalu menyenangkan diri. GUE EGOIS!! HAHA." Fikri bergidik ngeri melihat Alya yang tertawa terpaksa seperti itu. Terlihat jelas air mata Alya turun lagi dari pelupuk matanya.

"Alya" Fikri masih berusaha melangkahkan kaki mendekati Alya. Dirinya hanya ingin menenangkan Alya yang terlihat sedikit despresi. Memang menurut Fikri ini hal yang terlalu sepele untuk membuat orang despresi, namun kembali lagi pada watak orang yang berbeda.

"Lo diem disana aja!! Gue salah, gue udah nyakitin lo. Gue terlalu banyak bacot ketimbang lo yang pake rasa. Iya gue tau, tapi gue emang gini. Gue sayang lo, bukan berarti gue jadiin lo prioritas!. Gue masih punya hidup sendiri, hidup gue gak semata buat mikirin lo!. Kalo lo emang gak percaya sama perasaan gue, gue gak maksa lo. Silahkan kalo lo mau ngejauh dari gue."

Keduanya saling terdiam. Suasana sekolah yang sudah sepi membuat suasana semakin mencekam. Fikri berusaha mencerna perkataan Alya. Sedangkan Alya berfikir apa saja yang barusan ia katakan. Mulutnya seakan tak bisa dikendalikan. Oh, ini adalag ungkapan hati.

"Maaf udah buat lo sakit" Alya meninggalkan Fikri yang masih mematung disana dengan berjuta pertanyaan.

*
"Itu rumah yang cat biru muda" Alya mengarakan Ammar pada suatu rumah yang agak jauh dari kompleks mereka.

Cheerful Girl [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang