Hal Empat Puluh Sembilan

281 22 0
                                    

Happy Reading!
Jangan lupa tekan bintang di pojokan!!

🌟

Ammar dengan susah payah mengejar Alya yang sudah berlari memasuki pintu utama penginapan. Nafasnya terengah-engah memasuki kamar Alya yang lupa Alya tutup pintunya.

"Al, lo gak papa?"

Ammar berjalan menuju kamar mandi setelah mendengar bunyi air kran yang menyala.

"Gak papa kok, gue kebelet pup jadi gue lari" Sahut Alya sedikit teriak di dalam kamar mandi.

Ammar melotot mendengar sahutan Alya, "Astaga, ya udah gue ke kamar dulu" Ammar keluar kamar Alya dan tak lupa menutup pintu kamar Alya.

Alya duduk di bawah shower yang menyala. Sengaja ia basahkan seluruh tubuhnya. Sekarang ia hanya ingin menangis, tapi tidak mau seorangpun tahu. Hatinya kembali sakit untuk kesekian kalinya.

"Al, lo janji kalo lo harus bahagia di Jogja!" Ia berbicara pada diri sendiri

"Tapi.. "

"Al lo kuat! "

"Tapi gue--"  Alya masih berdialog dengan diri sendiri

"Al, katanya lo mau ngikhlasin Ka Fikri, ini kan yang lo mau? Ka Fikri udah bahagia Al sama pilihannya"

Semua air matanya berbaur dengan guyuran air shower. Biarkan Jogja yang jadi saksi semua kejadian ini. Walaupun  semesta belum mengizinkannya bahagia di Jogja, namun semesta memberikan kebenaran untuknya. Untuk perlahan menjauh dari Fikri.

Senja di langit sore itu benar-benar menjadi saksi akan semua kisah yang telah dilaluinya bertahun-tahun dengan seseorang yang selalu ia anggap spesial.

~~Jakarta~~

"Kamu mau makan malem apa mas? Biar aku buatin" Chaca menelisik isi kulkas di rumahnya. Ia baru saja beberapa hari memutuskan untuk pindah bersama Rio ke rumah yang selama ini sudah Rio siapkan.

"Kita cari makan di luar gimana? Kamu mau apa?" Rio memandang Chaca yang berjalan kearahnya.

"Boleh, aku pengen nasi goreng Mang Seno yang ada di perempatan lampu merah" Mata indah Chaca yang menatap Rio tak mampu bagi Rio untuk mengatakan tidak pada keinginan istrinya.

"Oke sayang. Sana kamu siap-siap. Aku tunggu di teras rumah, kita naik motor kesayanganku" Rio mengecup kening Chaca sebelum Chaca memasuki kamar untuk ber siap-siap.

Rio berjalan menuju garasi untuk mengeluarkan motor kesayangannya sewaktu SMA. Ia jadi teringat bagaimana ia harus pulang pergi ke sekolahan membonceng Alya.

"Duh napa gue kangen Alya" Rio mengelap motornya dan segera mengeluarkannya dari garasi menuju teras rumah.

Rio sama sekali tak pernah menyangka bahwa Chaca adalah jodohnya. Setelah berbeda kampus, Rio berusaha keras untuk melupakan Chaca dari kisah hidupnya. Ternyata takdir memang takdir, tidak bisa untuk dipungkiri.

"Ayo mas" Lamunan Rio buyar kalau Chaca menepuk pundaknya.

Rio menguatkan pundaknya sebagai tumpuan untuk Chaca naik ke atas motor.

"Siap?"

"Bismillah" Chaca merangkulkan tangannya pada perut Rio.

Rio dan Chaca membelah jalanan yang ramai di malam itu. Banyak sekali kumpulan remaja yang sedang nongkrong asik di pinggiran jalan. Chaca memeluk erat pinggang suaminya itu. Mereka hanya memerlukan waktu tak sampai lima menit untuk tiba di warung Nasi Goreng Mang Seno.

Cheerful Girl [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang