Hal Empat Puluh Lima

332 20 5
                                    

Happy Reading!
Jangan lupa tekan bintang di pojokan!!

🌟

Alya melangkahkan kakinya menelisik sekitar untuk mencari Ammar. Banyaknya tamu undangan yang datang menyulitkan Alya untuk menemukan Ammar.

Alya menemui Ammar yang baru saja selesai ngobrol dengan teman-teman Rio.

"Beb, anterin gue pulang" Wajah Alya diselimuti dengan rasa cemas.

"Lah kenapa? Lo sakit?" Alya menggelengkan kepalanya dan menunduk. Ia tak berani melihat belakang Ammar yang jelas-jelas Fikri berdiri mengamatinya tak jauh dari sana.

"Lo kan belum makan, lo makan dulu ya. Gue ambilin" Tangan Ammar dicekal kuat oleh Alya. Dirinya tak mau Ammar meninggalkannya sendiri disini.

Alya melebur dalam pelukan Ammar dan meneteskan air mata. Rasanya hatinya begitu sakit hari ini. Setelah sekian lama tak melihat wajah itu secara langsung, sekalinya ada kesempatan namun dirinya sudah memilih keputusan yang tepat, yaitu mundur perlahan.

"Hey, lo kenapa?" Alya enggan melepaskan pelukannya. Isakan tangisnya semakin keras. Ammar menatap Rio dengan wajah penuh tanya, Rio pun membalasnya dengan wajah penuh tanya pula. Mereka memang tak tahu apa yang sedang Alya rasakan.

"Hey, lo udah cantik. Jangan nangis, nanti cantiknya ilang" Ammar melerai pelukan itu dan mengusap air mata Alya.

"Sekarang bilang sama gue, lo kenapa nangis?" Alya hanya menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Ammar. Alya masih menunduk, sedangkan Ammar menelisik keadaan sekitar. Dan ia menemukan Fikri yang sedang tersenyum padanya.

"Lo nangis karena Fikri? Biar gue kasih pelajaran dia" Untuk yang kedua kali Alya mampu menahan Ammar.

"Jangan"

"Kenapa? Gue gak suka kalo lo diginiin terus. Lo sadar gak sih kalo lo itu udah sakit dari dulu, tapi lo masih aja maksain. Al, kasian hati lo"

"Ka, tolong tinggalin gue sendiri. Biar gue yang nyelesain masalah ini"

"Gak, gue gak bakalan ninggalin lo sendiri berhadapan sama Fikri"

"Ka, tolong. Beri gue waktu sebelum gue pulang lagi ke Amerika. Gue cuma pengen masalah ini selesai"

Ammar meninggalkan Alya yang masih berdiri sembari menunduk. Melihat Ammar yang sudah pergi, Fikri memberanikan diri menghampiri Alya yang masih menunduk.

"Bagaimana bintang di Amerika? Lebih indah ketimbang di Indonesia bukan?"

Pernyataan itu tentu saja membuat Alya mengangkat kepalanya dan bertemu dengan mata Fikri. Alya mendapati Fikri yang tersenyum memandangnya, sedangkan Alya hanya menarik sudut bibirnya.

"Indah. Tapi masih kalah indah sama bulan di Jogja"

Alya mengalihkan pandangannya dan masih menarik sudut bibirnya.

"Jelas" Alya menatap Fikri sesusai mengatakan itu.

"Tak hanya di Jogja, bahkan di penjuru dunia, bulan pun akan tetap indah. Karena bumi, hanya punya satu bulan"

Alya menunduk dan tersipu malu atas perkataan Fikri. Mengapa dirinya tak memikirkan itu. Benar juga kata Fikri, bulan itu satu.

"Gimana kabar lo? Gue kangen. Semenjak itu, gak ada lagi yang nanyain gue lagi apa, bela-belain tidur malem buat tau kabar gue, tanya kegiatan kampus gue. Udah gak ada lagi. Gue kangen, ditanya nona Amerika"

Alya menatap Fikri sendu. Ia sedikit menarik sudut bibirnya lalu dengan cepat kembali menunduk.

"Hey, liat gue" Fikri mengangkat dagu Alya untuk melihatnya lebih dalam.

"Gue akui gue salah. Gue egois, gue pengecut. Gue capek dan lo juga capek. Kita sama-sama capek ngejalanin hubungan kaya gini. Dan gue menghargai keputusan lo, kalo lo mau cari yang lain gue gak apa"

"Gue yang seharusnya lebih tau keadaan lo. Gue tau lo capek, lo butuh penyemangat. Seharusnya gue sadar diri, karena gue gak bisa setiap hari bareng lo. Jadi, gue menghargai keputusan lo, kalo lo mau menggantikan posisi bulan, gue ikhlas"

"Alya" Fikri meraih tangan Alya dan menggenggamnya.

"Sebelum lo kembali ke Amerika, gue cuma mau bilang. Gue sayang lo. Gue emang udah ngebuat hati lo hancur waktu itu, jujur gue capek saat itu. Gue harus ketemu dosen, revisi, organisasi, gue capek. Gue cuma butuh penyemangat waktu itu, dan gue sadar. Perbedaan waktu kita yang menyulitkan untuk komunikasi. Lo boleh gak percaya sama gue, lo boleh benci gue, lo boleh cari yang lain. Gue pengecut Al, tapi gue sayang lo"

"Ka, gue juga sayang lo. Tapi, gue butuh waktu buat nata hati gue lagi. Dan untuk hari ini, gue minta sangat buat lo biarin gue bahagia sehari aja. Gue pengen senyum, walau hati gue sakit. Ka, bilang sama gue kalo lo ngizinin gue bahagia sampai gue pulang ke Amerika"

Alya melenggang pergi meninggalkan Fikri yang terdiam.

"Al" Merasa dipanggil, namanya. Alya menghentikan langkah tanpa menoleh pada Fikri.

"Hari ini gue harus pulang ke Jogja. Makasih karna lo udah ngasih waktu buat gue jelasin semua"

Alya menoleh dan tersenyum. Kali ini ia benar-benar tak mampu menahan air matanya. Namun sakit hatinya masih terlalu besar jika ia harus berlama-lama berbincang dengan Fikri.

Alya menemui Ammar yang sedari tadi mengamati dirinya dari jarak yang lumayan jauh. Dari situ pula, Alya dapat melihat Fikri yang berjalan keluar dari gedung ini. Tangisnya benar-benar pecah. Ammar menarik Alya dalam dekapannya.

"Lo udah dewasa dan lo berhak menentukan pilihan lo sendiri tanpa keterikatan"

Thanks for readers
Next part
Galaksi Bimasakti,
28 Agustus 2020
Keep healthy

Cheerful Girl [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang